Sabtu, 24 September 2016

Aku Tak Ingin Melindungi Dunia Ini Part-3

  Episode sebelumnya! Aku dan Zein tiba di desa Smitherville dan menerima pekerjaan dari seorang blacksmith jenius yang bernama Stellarin untuk pergi mencari ore langka di gunung Oregon! Setelah berhasil mendapatkan ore tersebut dan entah bagaimana caranya kami bisa kembali hidup-hidup, Stellarin bergabung dengan kami karena Zein telah mematahkan pedang miliknya!

Eh? Kenapa aku begitu bersemangat? Padahal kita harus mengganti pedang miliknya... Ah, mungkin karena aku memang merasa nyaman dengan kakak Stellarin?




******************
Aku Tak Ingin Melindungi Dunia Ini
Part-3
Priestess Pemabuk!

  Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, Zein dan kawan-kawannya tiba juga di desa Lakeia. Desa yang selalu ramai di musim semi karena hasil panen dan produk minumannya yang terkenal sangat lezat.

Meskipun Lakeia sama luasnya dengan Smitherville, desa Lakeia jauh terkesan lebih luas karena ada banyak jarak antara satu gedung dengan gedung lain, tidak seperti Smitherville dimana jarak satu gedung dengan gedung lain sama sekali tak ada.

Karena lokasinya yang sedikit terisolasi, tak heran tak banyak orang yang tinggal di sini sehingga kebersihan udara di tempat ini masih sangat terjaga.

Stellarin menghirup udara segar. Dia yang sudah lama menghabiskan waktunya di dalam toko merasa sangat lega akhirnya bisa merasakan udara yang tidak berbau besi dan terasa sejuk.

  "Uwaaaaahh, Lakeia tetaplah Lakeia" ucap Stellarin mengagumi pemandangan Lakeia yang sangat damai
  "Bahkan di saat ada ancaman dari raja iblis, masih ada tempat yang damai seperti ini" gumam Zein. "Jadi? Dimana tempat kenalanmu itu Stellarin?"

Stellarin mengedipkan matanya beberapa kali. Dia meletakan jari telunjuknya pada dagunya sambil sedikit menatap ke atas seolah-olah mencoba mengingat sesuatu. Dia menutup matanya sesaat dan mulai menggaruk-garuk kepalanya.

Melihat reaksi Stellarin, Zein menepuk kepalanya dan menggelengkan kepalanya. Dia mengira tingkat kepintaran Stellarin akan sama dengan keimutannya ternyata Stellarin hanyalah wanita setengah bugil gila yang membawa pedang besar di punggungnya.

  "Aku tidak tahu" jawab Stellarin dengan wajah polos
  "Kau bahkan tidak mengenal kenalanmu sendiri?" keluh Zein
  "Habisnya aku tidak pernah pergi meninggalkan toko. Lagipula, seorang ksatria hanya memerlukan besi tajam untuk memotong putus lawannya!"

Zein hanya menghela napas pasrah. Sepertinya Stellarin adalah tipe orang yang berpikir untuk menang diperlukan fisik yang kuat. Zein memang bukan ahli strategi tetapi dia tahu persis peran penting pengguna magic.

Di luar sana, ada sejumlah species monster yang kebal terhadap luka fisik namun sangat lemah terhadap magic. Seperti Elemental atau monster bertipe arwah. Meskipun Zein sudah memiliki Aone untuk melawan monster magis, tetap saja Aone adalah anak kecil; fisiknya tidak kuat dan Zein tidak ingin memaksakan Aone. Lagipula, jika Aone menggunakan magic tingkat tinggi, itu akan menarik perhatian sekte Planare dan Zein tidak mau repot-repot mengorbankan waktu tidurnya untuk menghadapi mereka.

  "Aha! Kakak Stellarin!"

Seorang anak kecil berlari memeluk Stellarin. Dengan penuh senyuman ramah, dia menggendong anak kecil itu.

  "Panko!! Sudah lama tidak bertemu!!" sapa Stellarin
  "Ya!" jawab anak kecil itu
  "Oi bocah" panggil Zein. "Apa kau mengenal pembuat senjata yang mengenali perempuan ini?"
  "Oh, paman Wirk? Ya! Dia adalah muridnya kakak Stellarin. Saat ini dia sedang sibuk di rumahnya. Aku bisa mengantarkan kalian ke rumahnya"

Stellarin menurunkan anak kecil yang bernama Panko dan dia menuntun Zein dan kawan-kawannya menuju rumah orang yang ingin mereka temui; Wirk. Tak memakan waktu lama untuk mereka bisa menemukan rumah Wirk. Rumahnya memiliki bentuk yang hampir sama dengan toko milik Stellarin di Smitherville dan jika dibandingkan dengan bentuk perumahan yang ada di Lakeia, bentuk rumah ini terkesan sangat berbeda jauh gayanya.

Panko mengetuk pintu rumah tersebut. Tak lama kemudian, seorang laki-laki sedikit kurus dan berkulit putih pucat membuka pintunya. Dia terkejut melihat Stellarin.

  "G-Guru!" ucap laki-laki itu menatap Stellarin
  "Siapa ya?" tanya Stellarin dengan wajah polos
  "Wirk! Wirk Solagio!"
  "Oooh! Iya-iya! Aku ingat! Ahahahahahaha!" balas Stellarin
  "Kau sama sekali tidak ingat" komentar Zein
  "Masuklah! Masuklah!" ajak Wirk dengan bahagia

Panko, Zein dan kawan-kawannya masuk ke dalam rumah Wirk. Bagian dalamnya jauh lebih luas daripada toko milik Stellarin namun memiliki konsep yang sama, ada perlengkapan yang diperlukan untuk membuat senjata dari besi dan ada juga perlengkapan untuk membuat senjata dari kayu jauh di sisi belakang rumah sementara di bagian depan dalam rumah ada rak senjata dan juga konter.

  "Jarang sekali tempat ini memiliki pengunjung, jadi aku biasanya memperbaiki senjata saja" ucap Wirk

Aone hanya menatap Wirk yang kulitnya sangat pucat. Wajahnya juga terlihat kurang begitu sehat untuk orang yang berumur 24 tahun. Zein juga menyadari hal ini tetapi dia memilih untuk tetap diam.

Zein menjelaskan tujuan mereka datang; untuk membeli senjata yang bisa dipakai oleh Aone. Mendengar penjelasan Zein, Wirk mengerutkan dahinya dan berpikir.

Memberikan senjata pada anak di bawah umur merupakan bentuk pelanggaran hukum dalam kerajaan Multina namun itu hanya berlaku untuk senjata yang bisa membahayakan nyawa. Senjata kayu yang pada umumnya hanya digunakan sebagai mainan tidak termasuk.

  "Jika bisa, aku minta sesuatu yang terbuat dari kayu Marwood" ucap Zein
  "Marwood?" tanya Aone dan Panko bersamaan
  "Itu adalah jenis kayu yang paling sempurna untuk mengalirkan energi magis. Masalahnya, kayu itu sangat mudah patah" jawab Zein
  "Kau ternyata jauh lebih pintar dari penampilanmu" puji Wirk

Wirk berjalan mengambil sebuah tongkat kayu kecil dari rak senjata kemudian meletakannya di atas meja counter. Zein sempat melakukan tawar-menawar dan berhasil membeli barang tersebut seharga 300 perak. Stellarin hanya tersenyum karena terkesan dengan kemampuan berdiplomasi Zein.

Ukuran tongkat kayu yang baru dibeli cukup kecil dan ringan untuk Aone. Aone terlihat sangat senang.

  "Hmn? Apakah Aone memiliki kemampuan magis?" tanya Stellarin
  "Ya begitulah... Dia itu sensitif magic" jawab Zein
  "Waaah! Aku iri!" ucap Panko
  "Sensitif magic ya?" sela Wirk. "Kuharap dia bisa tumbuh menjadi penyihir hebat yang bisa memurnikan tempat ini"

Mendengar ucapan dari Wirk, Aone sedikit terkejut. Dari awal dia memang merasakan ada sesuatu yang tak beres dengan tempat ini tetapi dia tidak yakin apakah itu karena dia sedang lapar atau karena memang ada sesuatu yang tak beres.

Melihat tatapan bingung dari Aone, Wirk mengela napas dan duduk.

  "Entah kenapa... Beberapa tahun yang lalu, danau yang merupakan kebanggaan kami perlahan menjadi danau yang beracun" ucap Wirk memulai cerita
  "Apakah itu karena ada orang yang membuang ko-"
  "Ssssh!!!" Zein menutup mulut Stellarin

  Beberapa tahun yang lalu, danau di Lakeia secara tiba-tiba menjadi beracun. Sejumlah warga yang biasa pergi ke sana tidak pernah kembali lagi. Sejumlah petualang pemberani yang dulunya sering mampir ke desa Lakeia untuk bersantai pergi untuk menyelidiki danau tersebut kembali dengan wajah pucat dan trauma.

Mereka mengatakan hal-hal mengerikan tentang monster-monster yang tak pernah terlihat sebelumnya dan bersumpah untuk tidak akan pernah mau kembali lagi ke danau itu.

Masalah ini tentu saja merupakan masalah besar bagi desa Lakeia. Danau tersebut adalah kebanggaan mereka dan juga salah satu tempat wisata; sumber pemasukan utama desa sekaligus menjadi sumber mata air untuk warga desa.

Akibatnya, desa Lakeia sekarang sedang mengalami krisis air. Mereka hanya bisa berharap pada bala bantuan dari para pengikut Dewi Kehidupan yang sering datang dan mencoba menyelidiki asal-muasal kenapa air danau bisa tiba-tiba menjad beracun.

Sesaat setelah menceritakan kisah tersebut, Wirk langsung mengeluarkan air mata dan menangis. Panko hanya diam menundukan kepalanya.

  "Tiap jam, tiap hari, tiap minggu, kami selalu berdoa pada Dewi Kehidupan untuk menolong kami tetapi sepertinya pertolongan tak kunjung-kunjung tiba juga. Apakah Dewi Kehidupan sedang marah pada kami? Apakah kami telah melakukan sesuatu yang membuatnya mengabaikan kami?"

Aone hanya mencoba untuk menahan dirinya untuk tidak berbicara. Zein menggaruk kepalanya sesaat. Aone, sebagai reinkarnasi Dewi Kehidupan bisa saja langsung mengabulkan permohonan mereka, tetapi dia tidak mau identitasnya terungkap sekarang tetapi pada saat bersamaan juga, dia ingin menolong orang-orang ini.

Menjaga siklus kehidupan adalah tugas dari Dewi Kehidupan; tanggung jawab yang harus dipikul oleh Aone.

  "Monster-monster baru yang tak pernah terlihat sebelumnya... Hmn, Aone, bagaimana menurutmu jika kita pergi dan menendang kepala mereka satu per satu?" tanya Zein
  "Ya!" jawab Aone bersemangat
  "Kau berniat membawa anak kecil ke sana?! Tidak boleh! Aku tidak mengijinkannya!" protes Stellarin
  "Aku bukan anak kecil..." keluh Aone
  "Ayolah Stellarin, bayangkan betapa kerennya kita ketika kita mengalahkan monster yang belum pernah dikalahkan sebelumya" bujuk Zein
  "Hmn... Mengalahkan monster... Yang belum pernah dikalahkan ya?" Stellarin mengelus-ngelus dagunya

************

  Wirk sendiri mengantarkan Zein dan kawan-kawannya pergi ke danau Lakeia yang letaknya tak terlalu jauh dari desa Lakeia. Namun Wirk sendiri tak bisa berbohon jika dia juga takut sehingga dia hanya berani mengantarkan mereka sampai pada jembatan penghubung sungai antara desa Lakeia dengan danau Lakeia.

Untuk mencapai danau tersebut, Zein dan komplotannya harus berjalan kaki sedikit lagi. Pemandangan di sekitar danau tersebut lumayan mempersona dengan banyaknya bunga tetapi sama sekali tidak ada tanda-tanda aktivitas hewan ataupun manusia di area danau.

Semakin dekat mereka dengan danau tersebut, Aone merasa semakin gelisah. Sebagai reinkarnasi Dewi Kehidupan, dia memiliki kemampuan alami untuk mendeteksi atau merasakan keberadaan iblis. Benar-benar sebuah kemampuan yang akan membuat iri siapapun.

Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, mereka akhirnya tiba juga di tepi danau. Zein dan Stellarin mengawasi sekeliling mereka dengan penuh ketelitian sementara Aone sedikit terpana dengan air danau yang terlihat jernih.

  "Dimana? Dimana mereka?" gumam Stellarin yang terlihat sangat bersemangat

Aone mulai jongkok dan mencelupkan jari telunjuknya pada tepi danau. Saat itulah Aone seperti sangat terkejut.

  "Air danau ini memang beracun" ucap Aone
  "Apa kau tau jenis racunnya apa? Aku bisa membuat penawar untuk racun kelas umum" balas Zein
  "Kurasa kau tidak akan bisa untuk racun yang ini Zein" balas Aone. "Air danau ini lebih tepatnya telah diberikan kutukan oleh iblis yang kuat. Siapapun yang meminum air danau ini, perlahan-lahan akan menjadi... undead"

Zein hanya menggaruk kepalanya saja. Dia tidak terkejut sama sekali dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Aone karena mereka berdua tahu persis seperti apa kemampuan dari iblis tingkat tinggi. 

Stellarin sama sekali tidak memahami apa yang dikatakan oleh Aone barusan karena dia hanya tertarik untuk menghabisi "monster yang belum pernah dikalahkan".

Aone bisa saja langsung memurnikan air danau ini tetapi dia khawatir Stellarin akan secara tidak sengaja membeberkan identitas rahasianya sebagai reinkarnasi Dewi. Meskipun Stellarin memang memiliki fisik yang sangat kuat, dia memiliki otak yang sangat tumpul.

  "Hmn?" gumam Zein memungut pecahan beling yang ada di dekat kakinya. "Bir Morelia?"
  "Ada apa Zein?" tanya Stellarin
  "Ada pecahan botol bir merek Morelia di sini" jawab Zein. "Sepertinya ada orang yang ke sini juga"

KLAK, KLAK, KLAK... Suara aneh dapat terdengar. Dari kejauhan, sesosok makhluk yang menyerupai manusia muncul. Awalnya mereka mengira itu adalah orang lain namun setelah sosok itu mendekat, terlihat jelas jika sosok itu hanya MENYERUPAI manusia hanya saja dengan sebuah mulut besar di bagian kepala mereka yang menjulurkan lidah. Sosok ini bahkan tidak memiliki wajah.

Dari arah lain sekumpulan kelabang yang seukuran dengan manusia keluar dari tanah dan merangkak menuju Zein dan yang lain.

  Zein dengan cepat menarik Aone menjauh dari tepi danau kemudian memisahkan sabuk pedangnya dari rimnya seperti biasa. Stellarin tersenyum lebar melihat munculnya makhluk-makhluk yang tiba-tiba muncul. 

  "Yahooo!!! Akhirnyaaa!!!!" teriaknya dengan semangat

Stellarin memegang ganggang Greatsword miliknya yang ada di belakang punggungnya dengan kedua tangannya dan membantingnya di tanah di depannya sekali. GLANG!!! Suara hantaman pedangnya pada tanah dapat terdengar dengan jelas sebagai pertanda betapa beratnya pedang miliknya.

  "Oi, apa kau benar-benar akan menggunakan greatsword sebesar itu?" tanya Zein sedikit khawatir karena ukuran badan Stellarin yang kecil dibandingkan ukuran senjatanya
  "Ehehe, aku dan Desolator sudah menjadi kawan lama di medan perang" Jawab Stellarin

Tanpa berpikir 2 kali, Stellarin berlari mengangkat Desolator menuju sekumpulan monster. Zein terkejut dengan betapa cepatnya Stellarin bisa berlari meskipun dia memegang senjata yang sangat berat.

Dengan mudahnya dia mengayunkan Desolator secara vertikal, menebas sejumlah makhluk aneh hanya dalam sekali serang. Sejumlah pasur keluar dari Desolator.

  "ZEKKEN!!!!" teriak Stellarin

Pasir-pasir tersebut berhembus ke depan kemudian meledak. BLEDAR!!! Ledakan kecil tersebut membunuh sejumlah makhluk lagi. Zein bertepuk tangan dari belakang sementara Aone hanya bisa diam karena saking terkejutnya melihat betapa aggresifnya Stellarin.

  "Aone, kalau kau tak menutup matamu kau bisa mimpi buruk malam ini lho" ucap Zein dengan santai
  "Aku tidak mungkin memiliki mimpi buruk. Lagipula, semua makhluk-makhluk aneh itu adalah iblis tingkat rendah" balas Aone
  "Termasuk kelabang raksasa itu?"
  "Ya. Aku bisa merasakan energi iblis keluar dari makhluk itu"

Sesosok kelabang raksasa merangkak keluar dari tanah disamping Aone. Sebelum Aone menyadarinya, kelabang tersebut hampir mengigitnya. Beruntung Zein yang berada di depan Aone sangat cepat dalam bertindak, dalam sekejap, Zein memukulkan senjatanya pada kelabang tersebut. BUAGH!! Kelabang tersebut langsung tidak bisa berdiri setelah hantaman keras.

Stellarin di depan sudah menghabisi begitu banyak iblis tetapi jumlah mereka malah semakin banyak. Ditambah lagi, ketika benar-benar mati, tubuh mereka terbakar habis tanpa meninggalkan jejak, tidak sedikitpun.

  "Stellarin! Mundur! Sudah cukup untuk hari ini!" perintah Zein
  "SEORANG KSATRIA TIDAK AKA NPERNAH MUNDUR DARI PERTARUNGAN!!!" bentak Stellarin

Zein menghela napas. Dia menggendong Aone dan kemudain berlari ke arah Stellarin yang terlihat jelas sangat menikmati pertarungannya melawan para iblis. Begitu cukup dekat, Zein menarik rambut Stellarin dari belakang.

  "Ah! Hei! Sakit! Sakiiiit!!!!!"

Zein sama sekali tidak menghiraukan komplain dari Stellarin dan terus berlari keluar dari daerah danau sambil menyeret Stellarin dari rambut bagian belakangnya. Aone hanya menahan tawanya dan mengucapkan sebuah mantra untuk mengurangi rasa sakit yang dialami Stellarin.

  Setelah menyebrangi jembatan pemisah, Zein melepaskan Stellarin dan menurunkan Aone. Para iblis sepertinya tidak mau menyebrangi jembatan dan kembali ke area dalam danau.

  "Zeeiiiin!!! Kenapa kau tidak bisa membiarkanku bersenang-senang sedikit?!" protes Stellarin sambil merapikan rambutnya. "Aaaah, rambutkuuuu~"
  "Kau mau mati di sana?" balas Zein dengan sedikit kasar

Zein menarik tangan kiri Stellarin dan menunjuk pada sebuah luka goresan bekas cakar yang lumayan besar. Darah segar mengalir keluar seperti air. Sebagai orang yang sering maju ke barisan depan dan bertarung dalam banyak pertarungan, luka gores seperti ini sama sekali tidak terasa untuk Stellarin.

  "Lihat kan?"

Zein mengulurkan tangannya pada Aone. Aone mengeluarkan sebuah perban dari tas kecilnya kemudian memberikannya pada Zein. Dengan cepat Zein menutupi luka tersebut dengan perban.

  "Dengar Stellarin, aku tak tau apa-apa tentangmu tetapi ketika kau bersamaku dan Aone, jangan pergi bertarung sendiri. Kau punya aku dan Aone"
  "Ah... Oke..." balasnya tak bersemangat. "Sebenarnya luka seperti ini tidak apa-apa, tapi... Terimakasih"

Zein hanya menggelengkan kepalanya. Zein bukannya peduli pada Stellarin, tetapi dia memang hanya seperti itu orangnya; dia memiliki bakat untuk menebak sejauh apa kemampuan dan kekurangan seseorang. Walaupun tebakannya masih hanya sekedar gambaran kasar, Zein berkali-kali menang dengan menebak seperti apakah lawannya dan kawannya.

Zein berpikir keras untuk apa yang harus dilakukan selanjutnya. Dia tidak mengetahui apa-apa tentang iblis dan bahkan belum memiliki pengalaman melawan iblis sebelumnya.

Aone di sisi lain, mengetahui banyak hal. Namun dia tidak ingin membongkar identitas rahasianya pada Stellarin untuk sekarang sehingga dia terpaksa memikirkan cara lain.

  "Umm.... Apakah ada semacam kuil di sini?" tanya Aone
  "Seingatku ada kuil para penyembah aliran Dewi Kehidupan tak jauh dari desa. Aku masih ingat jalannya. Kau mau berdoa Aone?" balas Stellarin
  "Ya!" jawab Aone mencari alasan. "Aku ingin berdoa untuk kesembuhan kakak Stellarin dan meminta petunjuk dari Dewi Kehidupan"

Mendengar itu Stellarin tersenyum. Dia langsung memeluk Aone.

  "Anak yang baik..." bisiknya dengan suara lembut
  "A-aku bukan anak kecil!!!" bantah Aone

Zein hanya diam berdiri sambil menahan tawa. Dewi Kehidupan berdoa meminta petunjuk dari Dewi Kehidupan?

 ****************

  Stellarin mengantarkan Zein dan Aone pada kuil Dewi Kehidupan yang terletak tak jauh dari desa. Karena lokasinya yang dekat dengan sungai dan desa telah memberikan sedikit ide kasar di otak Zein tentang apa yang harus dilakukan oleh mereka selanjutnya.

Mereka harus menanjaki bukit kecil untuk bisa sampai pada gapura hijau besar yang merupakan pintu masuk kuil ini. Dalam area kuil terdapat 2 gedung dan 1 patung batu Dewi Kehidupan di tengah-tengah.

Gedung di sebelah kiri yang sangat besar merupakan tempat tinggal dari para pengikut Dewi Kehidupan sementara gedung di sebelah kanan merupakan tempat dimana mereka melakukan ritual saat jika terjadi hujan.

Mereka berjalan menghampiri patung Dewi Kehidupan. Aone menepuk tangannya 2 kali kemudian memejamkan kedua matanya dan berlutut. Zein menutup mulutnya sambil menatap patung batu besar Dewi Kehidupan sementara Stellarin hanya diam, terbawa fantasi dunianya sendiri.

  "Zein, kau tak berdoa?" tanya Stellarin
  "Aku tidak memuja satupun dewa atau dewi... Kau sendiri?"
  "Aku pengikut Dewi Perang Atillia" jawabnya

Setelah selesai (berpura-pura) berdoa, Aone berdiri dan menatap patung ukiran Dewi Kehidupan. Memang wujud manusianya berbeda jauh dari wujud aslinya tetapi dia kagum manusia bisa menggambarkan dirinya hampir mirip dengan wujud aslinya.

Seorang laki-laki mengenakan pakaian priest pengikut Dewi Kehidupan datang menghampiri mereka. Dia terlihat seperti sedikit putus asa tetapi memaksakan dirinya untuk tetap tersenyum pada Zein dan kawan-kawan.

  "Semoga berkah Dewi Airyn bersama kalian" sapanya
  "Apakah paman adalah pengurus kuil ini?" tanya Aone
  "Ya, namaku adalah Erlonas. Pengikut dari Dewi Kehidupan Airyn"
  "Aku Aone Mythica! Pengikut Dewi Kehidupan" jawab Aone dengan semangat
  "Stellarin. Pengikut Dewi Perang Atillia" sambung Stellarin
  "Zein... Bukan siapa-siapa" sambung Zein ragu-ragu

Erlonas hanya menganggukan kepalanya.

  "Senang bertemu dengan kalian. Kalian pasti petualang kan?" balas Erlonas
  "Ya, kami datang ke sini karena kami berniat memurnikan danau tersebut dari iblis" jawab Zein
  "Memurnikan? Apakah kalian baru saja dari sana?"
  "Iya paman. Tempat itu sepertinya dipengaruhi oleh iblis kuat" jawab Aone. "Selama iblis kuat tersebut masih tinggal di dalam danau, akan mustahil untuk benar-benar memurnikan danau tersebut"

Mendengar ucapan Aone, Erlonas hanya terkesan. Dia takjub melihat ada anak kecil seperti Aone yang bisa mendeteksi keberadaan iblis. Bagi orang lain, ini mungkin biasa, tetapi bagi kalangan pengikut Dewi Kehidupan, hal seperti adalah seperti keajaiban dunia.

Seorang priest dan priestess pemuja Dewi Kehidupan dilatih untuk bisa mendeteksi keberadaan iblis dan dilatih untuk memurnikan mereka. Namun, dari sekian banyak orang, hanya orang-orang tertentu yang bisa mendeteksi keberadaan iblis yang tersembunyi dan kemampuan itu mereka dapatkan setelah melalui proses latihan yang sangat sulit dan sangat lama. Aone sebagai reinkarnasi Dewi Kehidupan tentu saja sudah langsung memiliki bakat ini.

  "Kau benar-benar telah dipilih oleh Dewi Kehidupan.... Dewi Airyn akhirnya mendengarkan permohonan orang-orang di sini..." ucap Erlonas. "Kami memang memiliki kemampuan memurnikan iblis tetapi kami tidak berani mendekati danau tersebut.. Hanya ada 1 orang yang bisa kalian temui untuk membahas hal ini"
  "Biar kutebak... Dia laki-laki kan?" sela Zein ketus
  "Tidak. Dia adalah priestess terbaik yang kami miliki... Namanya Reealna"
  "Pagi tua bangka!"

Suara sapaan perempuan yang berasal dari belakang Zein dan kawan-kawannya menarik perhatian mereka. Seorang Priestess dengan jelas terlihat sedang memegang botol bir berjalan dengan santai melewati mereka. Erlonas hanya melambaikan tangan pada priestess itu sebagai balasan.

  "Dan.... Pemabuk itu adalah Reealna?" tanya Zein

Secara tiba-tiba, priestess yang tadi berhenti melangkah, dia menatap ke arah Zein. Wajahnya sangat merah, kemungkinan karena mengkonsumsi terlalu banyak alkohol. Ekspresi wajahnya terlihat benar-benar marah.

  "SIAPA YANG KAU PANGGIL PEMABUK BAJINGAN!" bentaknya
  "Hoi, aku memang bukan pengikut Dewi Airyn tetapi kau ini pengikutnya kan? Kau tak mau memancing amarah dari Dewi Airy-"
  "Persetan dengan itu!" selanya. "Lagipula kenapa ada anak tengil pendek itu di sana?"

Aone hanya terdiam sambil berpikir "apakah orang ini benar-benar pengikutku?" dalam hati kecilnya sementara Zein dan Stellarin langsung diam.

  "Oiii.... Lupakan soal pemberkatan.... Dia akan benar-benar memancing kemarahan dari Dewi Airyn" gumam Stellarin
  "Dia bahkan sebenarnya sedang memaki Dewi yang disembahnya saat ini" gumam Zein dalam hati sambil menjeling pada Aone

**************
Bersambung


    Episode selanjutnya! Penyelidikan kami untuk membersihkan danau Lakeia dimulai! Aku tidak bisa membongkar identitas rahasiaku sekarang apalagi di depan kakak Stellarin jadi aku menahan diriku supaya tidak menggunakan kemampuan memurnikan air danau yang dipengaruhi oleh iblis.

Tetapi, aku bisa meminta air suci dan kemudian memasukan sedikit kekuatanku ke dalamnya dan masalah selesai! Hanya saja, selama kita tidak menemukan iblis yang menyebabkan masalah ini, maka danau ini akan tercemari lagi nanti...

Kuharap Zein memiliki rencana.... Ya, dia pasti punya rencana. Dia selalu puunya rencana! Ataukah apakah dia memang selalu punya rencana? Hmn.... Semua rencananya selalu terkesan dadakan....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar