Kamis, 21 Desember 2017

Sacred Tree Part-5

  Episode sebelumnya,

  Tyn tak sengaja membangkitkan kekuatan tersembunyinya. Dia berubah menjadi sesosok iblis dengan kekuatan setara dengan demon monarch. Namun setelah itu dia pingsan karena tubuhnya tidak mampu lagi memaksakan diri. Apakah ini pertanda awal jika kontraknya dengan demon monarch Azaelilysha Kylith mulai mempengaruhinya?



**************
Sacred Tree
Part-5
Reuni

  Pohon Keramat... sebuah pohon suci yang menyelamatkan dunia ketika invasi iblis pertama dahulu. Ukurannya benar-benar besar dan pohon magis ini diurus oleh Priestess Agung Rianna. Berkatnya, pohon suci ini sangat sulit ditemukan dan hanya bisa ditemukan jika Priestess Agung Rianna merasa pohon tersebut tidak berada dalam bahaya.

Rianna yang sedang bertapa di depan pohon suci membuka kedua matanya perlahan. Dia melihat beberapa pillar-pillar pendek bercat putih yang ada di belakangnya. Kumpulan energi sihir yang sangat kuat mulai membentuk pada pillar-pillar tersebut dan kemudian mengambil wujud manusia yang menyerupai para Priestess Agung lainnya.

Rianna bangkit berdiri. Dia sadar mereka bukanlah teman-teman aslinya, melainkan hanya proyeksi kekuatan dari teman-temannya saja yang bertapa di berbagai macam altar batu kuno. Jumlah mereka ada 3 orang saja saat ini.

Diantara mereka ada Fira sang priestess api, Codia sang priestess air, dan Iz sang priestess tanah. Masing-masing bisa dikenali dengan warna gaun mereka yang sesuai dengan elemen yang mereka kuasai. Fira mengenakan merah, Codia mengenakan biru dan Iz mengenakan coklat. Rianna sendiri selaku Priestess Agung elemen suci mengenakan putih.

Rianna tersenyum menyambut proyeksi rekan-rekannya.

  "Selamat datang saudari-saudariku" sambutnya
  "Aiyo kakak besar!" balas Fira bersemangat
  "Salam, sudah lama tidak bertemu" balas Iz
  "Bisakah kita cepat-cepat menyelesaikan ini sebelum aku tertidur pulas?" balas Codia

Rianna menaikan alis matanya.

  "Di manakah Serene?" tanya Rianna
  "Hm? Dia belum sampai ya? Mungkin saja dia terjebak karena ada perperangan" respon Codia
  "Mustahil. Tidak peduli apapun yang terjadi, tidak ada yang berani menyentuh Priestess Agung" balas Iz meragukan Codia
  "Benarkah? Kenneth menyentuhku tiap saat lho" ledek Fira
  "Itu karena kau selalu kabur dari pengawasannya tiap saat. Kau itu Priestess Agung, sopanlah sedikit" tegur Iz

Rianna menepuk tangannya untuk menarik perhatian rekan-rekannya yang berisik. Mereka berhenti berbicara kemudian memfokuskan perhatian mereka pada Rianna yang terlihat sangat serius.

  "Saudari-saudariku, aku berterimakasih karena telah menyempatkan diri untuk memenuhi panggilanku. Aku takut kita tidak punya waktu untuk menunggu Serenia jadi akan aku mulai saja. Tolong ikuti aku"

Rianna berjalan mendekati akar batang pohon keramat. Ukurannya yang setinggi langit membuat akarnya saja sebesar gedung bertingkat 10. Di sekitar akar pohon tersebut tumbuh begitu banyak bunga-bunga yang indah.

Ketika Rianna dan para rekan-rekannya sudah cukup dekat, sebuah segel suci terbuka pada pohon keramat. Akarnya mulai membelah 2, membuat jalan masuk ke dalam pohon. Mereka berempat masuk ke dalam pohon tersebut.

Di dalam pohon keramat terdapat sebuah ruangan luas. Di tengah-tengahnya ada altar pedang suci yang digunakan untuk menghentikan invasi iblis pertama dahulu kala. Di depan altar tersebut ada sebuah bola kristal biru terang yang mengeluarkan sedikit aura hitam.

Ketika rekan-rekan Rianna melihat aura hitam tersebut, mereka spontan terkejut. Rianna menyentuh bola kristal tersebut, kesedihan yang luar biasa bisa terpancar jelas di wajahnya.

  "Sudah waktunya ya?" gumam Iz
  "Benar" sahut Rianna dengan sedih. "Pohon keramat telah mendeteksi akan datangnya mala petaka luar biasa yang akan segera menimpa dunia ini. Mereka telah kembali"

Fira mengepalkan kedua tangannya karena kesal. Mereka semua tahu jika bola kristal di dalam pohon keramat mengeluarkan aura hitam, itu adalah pertanda jika iblis akan sekali lagi datang.

  "Sialan, padahal seluruh dunia sedang diambang perang dunia" geram Fira
  "Bagaimana dengan pedang suci?" tanya Codia

Para Priestess Agung semuanya melihat ke arah pedang suci yang menyelamatkan dunia dulu kala. Kondisinya masih tersegel seperti dulu, tidak ada perubahan sama sekali.

  "Serius?!" teriak Fira. "Dunia kita dalam bahaya besar dan pedang konyol itu masih tidak mau memilih tuannya sendiri?!"
  "Mungkin saja orang yang tepat belum ada" sela Iz dengan tenang

Pedang suci yang disegel merupakan senjata unik yang memilih tuannya sendiri. Meski kriteria macam apa yang dimiliki oleh pedang itu masih menjadi misteri, yang jelas para Priestess Agung tahu betul jika pedang tersebut pasti akan segera memilih tuannya jika kondisinya sudah benar-benar gawat.

Tetap saja, fakta jika para iblis akan sekali lagi kembali ke dunia dan juga pedang suci sama sekali tidak memilih tuan membuat mereka sangat tidak tenang. Meski demikian, Rianna mencoba sebaik mungkin untuk tetap tenang saat saudari-saudarinya mulai kebingungan apa yang harus mereka lakukan.

  "Saudari-saudariku, ini adalah sebuah permintaan dariku" ucapnya. "Berusahalah sebaik mungkin untuk mencegah pecahnya perang dunia dan persatukanlah dunia supaya kelak kita bisa melawan iblis. Apakah ada hal lain yang ingin disampaikan?"

Suasana menjadi hening sesaat.

  "Pertemuan kita sampai di sini saja. Semoga para Dewa dan Dewi menuntun kita"

****************

  Tyn membuka kedua matanya. Dia melihat langit biru yang sangat cerah. Meski cuacanya cerah, dia sama sekali tidak merasa kepanasan sedikitpun. Tyn berbalik ke kanan karena dia merasakan ada angin sepoi-sepoi yang berhembus ke lehernya.

Dia melihat wajah yang sangat familiar dengannya sedang tertidur pulas di sampingnya; Leisha, sosok yang sudah dianggapnya sebagai keluarga sendiri.

  "Ah, ini pasti mimpi... mana mungkin senior Leisha ada di sampingku" gumam Tyn

Saat itu juga, dia langsung teringat kejadian sebelum dia pingsan. Dia ingat benar bagaimana dia marah saat melihat Vie dibunuh di depan matanya dan kemudian teringat pada barang yang dititipkan oleh Holy Order.

Tyn bangun dan langsung membuka dimension pocket miliknya. Pada dasarnya hanya dia yang bisa mengakses dimension pocket miliknya namun tidak peduli berapa kali dia memeriksa dimension pocket miliknya dengan magic miliknya, dia tidak bisa menemukan kotak yang berisi kristal hitam yang merupakan relik kuno iblis.

  "Ah? Kau sudah bangun?"

Tyn melihat ke depan. Dia terlalu fokus dengan Holy Order sampai-sampai tidak menyadari Fira dan Lilysha sedang duduk minum teh di depannya. Fira merasa terkesan melihat tangan Tyn yang sudah setengah masuk ke dalam dimension pocket.

  "Hmn, kau lumayan berbakat juga" puji Fira

Tyn mengedipkan matanya beberapa kali karena bingung.

  "Namaku Fira, panggil saja Fira. Aku kurang suka dipanggil dengan titleku" ucap Fira

Fira. Nama itu berdengung di dalam kepala Tyn untuk sesaat sembari otaknya mulai bekerja perlahan. Kemudian dia mengenali nama itu; Fira, salah satu dari Priestess Agung yang sangat dihormati oleh Holy Order.

Tyn langsung mengelus kedua pipinya snediri karena mulai merasa panik berhadapan dengan salah satu orang yang paling dihormati di dalam jajaran Holy Order. Pada saat bersamaan, dia merasa sangat malu karena baru saja kehilangan barang yang dititipkan oleh Holy Order padanya.

  "Tenang saja manisku, dia tidak akan menggigitmu atau semacamnya" komentar Lilysha

Mendengar komentar Lilysha, Tyn terdiam sesaat. Otaknya sekali lagi lamban dalam bekerja. Perlu beberapa menit untuknya untuk kembali terkejut begitu dia teringat Lilysha adalah demon monarch sedangkan Fira adalah Priestess Agung.... dan mereka berdua sedang duduk minum teh dengan santainya sambil bercanda seperti teman baik.

Asap putih mulai keluar dari kepala Tyn yang menandakan otaknya bekerja terlalu keras dan dia sangat terkejut dengan kondisi yang sedang dialaminya sekarang.

Leisha terbangung begitu mendengar suara Tyn yang seperti cicak yang keselek. Dia langsung tersenyum melihat Tyn baik-baik saja. Spontan, Liehsa memeluk Tyn, hal itu membuat Tyn semakin terkejut karena terlalu fokus pada Lilysha dan Fira.

  "Syukurlah kau baik-baik saja Tyn!" teriak Leisha bahagia
  "Eh? Eeeeh?!" respon Tyn yang masih bingung

Otaknya Tyn mulai malfungsi melihat Lilysha yang sudah berbaur dengan Priestess Agung. Ditambah lagi tampaknya Leisha juga tidak menyadari jika Lilysha adalah iblis yang menyamar.

  "Tyn, kau tidak apa-apa kan?" tanya Leisha khawatir

Leisha membelai rambut Tyn perlahan kemudian memperhatikan Tyn dari ujung kepala hingga kaki. Seragam Holy Priestess yang dikenakan oleh Tyn memang sedikit robek akibat perubahannya menjadi iblis meskipun Tyn sendiri tidak ingat bagian itu.

Untungnya, Lilysha adalah iblis yang cerdik. Dia cekatan menutupi simbol yang terukir pada belakang punggung Tyn dengan perban. Dengan demikian, tidak ada yang menyadari jika Tyn sudah membuat kontrak dengan iblis.

  "Senior..." gumam Tyn. "A-aku... aku gagal menjalankan tugas dari Holy Order"
  "Sudahlah, tidak apa-apa. Yang penting kau baik-baik saja" tukas Leisha
  "Tapi... ini semua salahku!" sela Tyn

Tyn menundukan kepalanya, lesu.

  "Bishop Reina dan para archbishop mempercayaiku. Aku lalai dalam bertugas..."

Leisha hanya tersenyum. Dia memegang pipi kanan Tyn untuk menarik perhatian Tyn.

  "Tyn, rasa tanggung jawab atas tugasmu itu adalah hal yang bagus, tapi itu semua bukanlah salahmu. Aku sudah dengar semuanya dari temanmu"

Tyn mengangkat kepalanya mendengar kata "teman". Satu-satunya orang yang pergi bersamanya sejak dia diserang bandit hanyalah Lilysha. Tyn memalingkan kepalanya kepada Lilysha. Lilysha melambaikan tangan sambil tersenyum ramah.

  "Bandit sialan itu... apa yang sebenarnya mereka inginkan?" geram Leisha
  "Apa yang sebenarnya terjadi selama aku pingsan?" gumam Tyn

Mendengar pertanyaan Tyn, Fira meletakan segelas teh di atas karpet sederhana yang didudukinya.

  "Kami tak sengaja menemukan sarang komplotan bandit tak jauh dari kuil Mira. Tampaknya mereka menculik Holy Priestess dari kuil Mira. Saat itu juga, kedua seniormu menyadari jika kau tidak ada diantara para tawanan jadi mereka mengecek kuil Mira. Tapi..."

Fira menggaruk kepalanya untuk sesaat.

  "Ternyata kuil Mira sudah hancur lebur. Temanmu yang baik ini menemukanmu dan mengobatimu" sambugnya sambil melihat pada Lilysha

Tyn terdiam sesaat sambil memandang Lilysha. Dia merasa kagum karena Lilysha berhasil mengelabui Leisha dan Fira.

  "Ah ayolah Priestess Agung" ucap Lilysha berpura-pura malu. "Aku hanya kebetulan di dekat lokasi saja saat aku mendengar ledakan besar dari kuil. Aku khawatir sesuatu akan terjadi pada Tyn yang manis"
  "Tapi untuk seseorang tanpa perlengkapan untuk menyelidiki sesuatu yang bisa menghancurkan kuil itu termasuk tindakan berani lho" puji Fira

Tyn memegang kepalanya sendiri karena masih tidak percaya jika sesosok demon monarch sedang dipuji oleh Priestess Agung. Otaknya yang polos itu tidak mampu menerima kenyataan yang sedang terjadi.

***************

  Seminggu kemudian mereka kembali ke ibukota untuk melaporkan 3 insiden yang terjadi pada bishop Reina. Pertama tentang insiden penyerangan rombongan yang bersama Tyn. Kedua, insiden di kuil Mira. Ketiga, insiden penculikan dan pembunuhan para Priestess dari kuil Mira

Meskipun hal ini tidak punya pengaruh yang signifkan terhadap seluruh dunia, hal ini punya dampak besar bagi anggota Holy Order, setidaknya kini mereka sadar jika ada orang atau kelompok yang berani menyerang Holy Order secara aktif.

Meskipun Tyn merasa sangat bersalah karena lalai dalam tugas, dia tidak dikenakan hukuman karena beberapa alasan, pertama, seluruh anggota petualang yang bersamanya terbunuh. Kedua, ada orang yang memiliki kekuatan besar yang di luar kemampuan Tyn menyerang Holy Order. Bishop Reina sendiri memerintahkan beberapa orang-orang yang dipercaya untuk melakukan penyelidikan tentang kemungkinan adanya penghianat di dalam Holy Order yang telah membocorkan informasi tentang barang titipan Holy Order yang dipercayakan pada Tyn.

Malam harinya pada hari yang sama setelah Tyn selesai melapor, dia berjalan menelusuri taman di pinggir kota. Udara yang dingin lumayan membuatnya merasa sedikit nyaman untuk berpikir.

  "Jika saja aku lebih kuat..." keluh Tyn. "Tapi bagaimana caranya? Tubuhku tidak kuat dan kemampuanku dalam sihir juga terbatas"

Tyn berhenti berjalan dan melihat telapak tangannya untuk sejenak. Sekilas, dia punya sebuah ide meskipun dia sendiri kurang menyukainya.

  "Aku bisa meminta Lilysha untuk mengajariku tetapi... apakah meminta pertolongan pada iblis adalah hal yang bagus? Jika aku menggunakan apa yang kudapat dari iblis untuk menolong orang banyak... apakah itu akan membuat Dewi Kehidupan marah? Tetapi pada saat bersamaan, aku memang perlu bantuan Lilysha untuk memperkuat diriku"

Tyn mengepalkan tangannya. Dia sama sekali tidak bisa membuat keputusan. Saat dia sedang hanyut dalam pikirannya, dia mengengar raungan kucing. Dia melihat seekor kucing tersangkut di atas batang pohon dan tidak bisa turun.

Tyn mendekati pohon itu dan melihat kucing tersebut untuk sejenak. Tyn tidak tahu cara memanjat pohon tetapi dia berpikir untuk mencoba melompat dengan harapan dia cukup tinggi untuk bisa menggapai dahan pohon tersebut.

Saat dia melompat, tiba-tiba saja kekuatan kakinya bertambah drastis tanpa disadarinya. Dia pun melompat sedikit lebih tinggi dari dahan pohon yang diincarnya. Dia pun memegang dahan pohon tersebut karena panik dan bingung.

  "Eh? Eeeh?? Apa aku baru saja melompat setinggi itu?!"

Tyn melihat ke bawah. Dia baru saja melompat setinggi 8 meter. Hal itu... mustahil untuk dilakukan oleh orang biasa. Tyn mengedipkan matanya beberapa kali karena bingung tetapi raungan kucing yang ada di hadapannya membuyarkan dia dari lamunannya.

Tyn memegang kucing tersebut. Namun saat dia akan turun, dia malah takut dengan ketinggian pohon.

  "Eeeh, bagaimana ini? Mana lagi tidak ada orang di taman ini saat malam hari" keluhnya. "Apa aku lompat saja ya? Tapi apakah kakiku akan patah ataukah tidak?"
  "Hoi!"

Suara teriakan tegas mengagetkan Tyn. Dia pun tak sengaja tergelincir dan jatuh dari dahan pohon. Namun ada orang di bawah pohon yang menangkap Tyn.

Tyn memperhatikan wajah orang yang menangkapnya, seorang laki-laki dengan seragam pasukan kekaisaran Empire.

  "Kau tidak apa-apa kan Tyn?"

Tyn menggaruk matanya dengan tangan kirinya dan memperhatikan wajah dari orang yang menyelamatkannya sekali lagi. Kali ini wajahnya langsung merah merona begitu dia melihat laki-laki yang menyelamatkannya ternyata memiliki rambut kuning dengan ciri-ciri yang tidak bisa dilupakan oleh Tyn.

Roland Sarte, salah satu perwira honorer dalam militer kekaisaran. Orang yang hanya 2 tahun lebih tua dari Tyn namun memiliki pengalaman bertarung dan kemampuan bertarung yang luar biasa. Dianggap sebagai "kartu as" kekaisaran. Tidak hanya itu, dia juga dikenal sangat baik dan ramah bahkan kepada musuhnya sekalipun. Singkatnya, dia adalah pria idaman yang wanita yang juga bisa disebut sebagai gambaran pahlawan ideal.

  "R...R....R..." Tyn menjadi gagap seketika
  "Sudah 3 bulan ya kita tidak bertemu. Maaf jika aku pergi tanpa mengabarimu dan Leisha" ucap Roland sambil tersenyum ramah

Melihat senyuman Roland, jantung Tyn mulai berdetak lebih kencang dan suhu tubuhnya mulai memanas. Ditambah lagi, hidungnya mengeluarkan sedikit darah.

  "Tyn? Apa kau sakit? Aku akan mengantarkanmu kembali ke-"
  "KYAAAA!!!!!!!!!!!!" 

Spontan, Tyn langsung melompat turun dari pangkuan Roland dan berlari lebih cepat sembari tak sengaja menjatuhkan kucing yang diselamatkannya tadi.

Roland yang sedikit mengenal Tyn karena sering diceritakan oleh Leisha merasa takjub dengan kecepatannya Tyn. Tyn berlari lebih cepat daripada kuda.

  "Hmm, aku penasaran latihan keras macam apa yang dilaluinya sampai bisa secepat itu" gumam Roland

************

  Tyn akhirnya tiba di dalam apartemen yang ditinggali oleh para Priest dan Holy Priestess. BRAK! Tyn menutup pintu kamarnya kemudian mengunci pintu dan bersandar. Nafasnya sangat tidak beraturan bukan karena kelelahan, melainkan karena saking gugupnya bertemu dengan Roland.

Seluruh wajahnya menjadi merah merona dan dia tidak bisa berhenti membayangkan senyuman Roland. Tyn menampar dirinya sendiri beberapa kali.

  "Tenanglah! Tenanglah Tyn!" ujarnya. "Roland juga manusia, Roland juga manusia. Aku pasti bisa berhenti memikirkannya..."

Tyn terdiam sesaat. Namun kemudian membenturkan kepalanya pada pintu kamar. BUGH!

  "Tidak bisaaa!!! Aku tidak bisa berhenti memikirkannya!"

Tyn berbalik dan mulai menggigit jarinya. Dia melihat ke kiri dan kanan. Kamarnya masih persis dalam kondisi seperti saat dia pergi meninggalkannya dulu. Tyn berlari menuju sebuah cermin dekat tempat tidurnya.

Di sana, dia berkaca untuk melihat penampilannya. Dia merapikan rambutnya, menghapus keringat yang membasahi wajahya dengan tisu kemudian mencoba untuk tenang. Saat dia sudah mulai tenang, dia memperhatikan refleksi dirinya pada cermin.

  "R-roland... a... apakah kau tidak punya jadwal hari ini?" gumam Tyn sambil menatap refleksinya. "Ah tidak! Apakah itu hal yang harus kukatakan setelah sekian lama tidak bertemu dengannya?!"

Tyn menepuk kedua pipinya beberapa kali dan mulai berpikir apa yang harus diucapkannya saat bertemu Roland nanti.

  "Pikirkan sesuatu yang natural... Roland kan prajurit... mungkin dia suka jika kuberi salam seperti prajurit?"

Tyn mengelus dagunya sesaat kemudian menganggukan kepalanya. Tyn mencoba meniru gaya hormat ala militer kekaisaran dan dengan suara lantang, dia berteriak pada refleksi dirinya di cermin.

  "Salut! Selamat datang kembali Kapten Roland Sarte! Hatiku sudah mmmmmmmmmmmmenunggumu!!!"

Suasana menjadi hening sesaat. Tyn spontan menutup wajahnya dengan kedua tangannya karena merasa sangat malu.

  "Apa yang kukatakan?! Aku malah terlihat seperti orang yang cacat mental!"

Tyn pun langsung menjadi lesu dan duduk di depan cermin. Dengan kecewa dia melihat dirinya di cermin. Dia memegang rambutnya sendiri sambil memikirkan kira-kira seperti apa perempuan yang disukai oleh Roland.

Saat itu pula, dia menyadari sesuatu. Beberapa rambutnya berubah warna menjadi putih.

  "Seperti Lilysha" gumamnya. "Ah! Aku juga tidak merasa lelah setelah berlarian seperti itu"

Tyn kembali mengingat jika dia baru saja berlari lebih cepat dari biasanya dan melompat tinggi tanpa merasa lelah sedikitpun. Biasanya tubuhnya yang kurang kuat akan cepat merasa lelah namun semenjak dia membuat kontrak dengan Lilysha, dia tidak merasa lelah sedikitpun.

  "Apakah ini adalah pengaruh kontrak itu ya?" pikir Tyn. "Sepertinya kekuatan Lilysha tidak hanya mempengaruhi kemampuan tubuh dan sihirku tetapi penampilanku juga. Aku harus lebih berhati-hati tentang penampilanku dari sekarang"

Tyn menganggukan kepalanya. Kemudian dia baru teringat, dia sama sekali belum melihat Lilysha seharian namun dia mulai merasa mengantuk sehingga dia memutuskan untuk berbaring di tempat tidur sambil berpikir di manakah Lilysha berada.

Sementara itu.... pada saat bersamaan di dalam sebuah kamar penginapan murah di sisi ibukota yang terabaikan, Lilysha sedang menjilat kerangka laki-laki yang baru saja jatuh ke dalam perangkapnya. Dia menjilat bibirnya sendiri dengan puas.

  "Hihihihi.... ada begitu banyak makanan di sini"

Lilysha mengecek seragam militer kekaisaran yang tadinya adalah milik mangsanya. Dia menemukan sebuah foto di dalam diary yang tersimpan rapi. Sambil mengisap tulang tangan dari mangsanya, Lilysha membaca diary tersebut dan memperhatikan foto yang tampaknya berisi mangsanya dengan resimennya.

Setelah membaca diary tersebut, kedua mata Lilysha tertuju pada sesosok laki-laki di dalam foto tersebut. Sambil tersenyum licik, Lilysha mengelus-ngelus sosok laki-laki pada foto tersebut.

  "Roland ya? Sosok pria tertampan hmm? Oooh aku pasti akan menikmati momen saat aku memakanmu. Hihihihihi. Tidak ada satupun pria yang bisa luput dari personaku..."

*****************
Bersambung

  Episode selanjutnya,

  Tyn vs Lilysha. Holy Priestess vs Demon Monarch! Ketika kedua individu tersebut sama-sama mengincar sosok yang sama dengan tujuan yang berbeda!

Eh, kenapa cerita ini malah mengarah ke percintaan? Ah, bodoh amat lah. Intinya, Tyn dan Lilysha akan bertentangan pada episode selanjutnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar