Rabu, 18 Mei 2016

Burning Dawn Prologue

 Halo Sobat Readers!

  Sebenarnya ini adalah cerita yang dibuat karena gue gagal menemukan ide untuk fanfict sehingga gue merasa akan lebih baik jika gue memulai cerita ini sebagai seri tersendiri. Tenang aja, cerita ini gak akan sepanjang Stranger in War atau Aku Tak Ingin Melindungi Dunia Ini.

Ah iya, sekedar peringatan; tokoh utama dari seri ini bukanlah tipikal "Pahlawan yang menyelamatkan hari" dan merupakan.... Orang yang tak sehat secara mental. Tanpa basa-basi lagi, mainkan intronya narrator!! .... Erm... Yah... Gue lupa gue yang narratornya..

  "Akan tiba waktunya, ketika legenda menjadi kenyataan, era penderitaan akan dimulai. Anak manusia akan menumpahkan darahnya di seluruh daratan, pemimpin-pemimpin palsu akan bangkit membawa kegelapan sekali lagi...

Saat fajar tiba, setitik cahaya harapan yang redup muncul. Seorang anak manusia; Revealer; yang terpilih, akan muncul ke dalam dunia. Perubahan terjadi, namun ke manakah arahnya masih misteri. Akankah dia menjadi pembawa kehancuran atau menjadi penyelamat?

Kehancuran dunia dan keselamatan dunia berada di bahu dari yang terpilih. Ketika api menyelimuti fajar, nasib dunia dipertaruhkan"




************
Burning Dawn
Prologue
Lahirnya Si Jubah Hitam Kematian

  Namaku Leia.... Atau setidaknya, itu dulunya adalah namaku. Aku dulunya tinggal di Yorkville, sebuah desa kecil yang terisolasi di padang gurun Monarea yang jauh dari kota. Kenapa ada orang-orang yang mau hidup di tempat yang jauh dari peradaban dan terisolasi? Sederhananya, di gurun Monarea terdapat banyak tambang tua.

Karena kami hidup di gurun dan tepat di lokasi pertambangan, bisa dibilang tiap orang asli kelahiran desa Yorkville adalah petarung, penambang, dan survivalist. Kehidupan di gurun itu benar-benar kasar. Air jauh lebih berharga daripada emas dan mineral tambang, ditambah lagi para kriminal dan buronan serta juga beberapa monster dari peradaban seringkali menyerang desa kami untuk bertahan hidup.

Aku terlahir dengan mata kiri yang buta dan rambut yang putih seperti salju. Tidak hanya itu, mata kiriku juga memiliki warna yang berebeda dengan mata sebelahku... Mata kiriku berwarna putih pucat sementara mata kananku memiliki warna biru. Bagi orang-orang disekitarku, terlahir dengan mata yang berbeda dan rambut putih adalah suatu pertanda buruk akan tibanya bencana sehingga aku diasingkan. Anak-anak seusia denganku melempariku dengan batu tiap kali mereka melihatku dan tak segan-segan memukulku serta memanggilku monster atau cacat.

Aku tak perlu teman-teman seperti mereka. Jadi aku menyendiri, memisakan diri dari mereka dan bermain hanya dengan boneka-boneka jerami yang kubuat sendiri. Tidak bagus, tetapi mereka tidak akan memukuliku atau melempariku dengan batu.

Apakah itu membantuku? Sedikit.... Aku muak dipukuli terus dan dimarahi terus. Jika kata-kata dan orang tua mereka tak mau menghentikan mereka, maka aku sendiri yang akan menghentikan mereka. Aku mulai berkelahi dengan anak-anak lain dan aku tidak akan segan-segan memukul kepala mereka dengan batu hingga berdarah atau melempari mereka dengan pisau yang kuambil secara diam-diam dari dapur. Aku tak keberatan jika mereka mati karena semua orang tak keberatan jika aku yang mati.

Akibatnya aku diasingkan di dalam sebuah gubuk kecil yang terpencil dari desaku tempat kelahiranku. Aku dikunci dan dilupakan. Tidak ada orang yang mau mendekatiku... Aku tidak punya teman dan tidak pernah melihat seperti apa dunia luar lagi. Aku benci mereka... Apa salahku? Hanya karena aku terlihat berbeda dari biasanya bukan berarti aku ini monster.

Keluargaku.... Mereka tak mau mengakuiku lagi. Ayahku pergi dengan perempuan lain dan mengabaikan keluarga ibuku mencoba membunuhku karena sebenarnya... Aku ini anak yang terlahir secara tak sengaja. Ketika para penjaga membuka pintu gubuk, mereka selalu mengacungkan ujung tombak mereka padaku dan menatapku seolah-olah aku ini sesosok monster. Terkadang ada beberapa orang lain yang juga membuka pintu tetapi mereka datang bukan untuk menjengukku, melainkan untuk melempariku dengan batu. Aku hanya diberikan sepotong roti yang dikotori dengan pasir dan segelas untuk 1 minggu. Hanya untuk 1 minggu!

Aku bahkan tidak tahu apa kesalahanku... Atau apa yang harus kuperbuat... Jujur saja, aku tak peduli lagi apa yang terjadi dengan mereka... Persetan dengan orang-orang di desa, persetan dengan keluargaku.....

  Awalnya aku berpikir aku akan menjadi gila di dalam gubuk, tetapi suatu hari, seekor burung gagak yang indah masuk melalui lubang di atap gubuk. Matanya yang berwarna kuning dan bulu hitam kebiru-biruan yang halus membuatku tertarik untuk mendekatinya. Aku memberikannya sepotong roti yang merupakan jatah makananku karena jujur saja, aku sendiri yakin aku tak akan bisa bertahan lama lagi.

Semenjak hari itu, burung gagak itu selalu datang tiap hari mengunjungiku... Tidak hanya itu, dia juga terkadang membawa sebotol air dan makanan apa saja yang bisa didapatkannya.... Aku suka gagak ini. Dia terlihat tidak keberatan mengunjungiku tiap hari dan bermain denganku. Para penjaga dan orang-orang yang datang untuk melempariku juga tidak begitu peduli dengan keberadaanya karena mereka menganggap itu sebagai suatu pertanda aku akan mati karena kelaparan atau penyakit.

Heh, dasar orang-orang rendahan! Mereka tidak tahu jika gagak ini mengurusiku dan menemaniku tiap hari. Mereka juga tidak akan pernah mengerti arti dari tiap kicauan yang keluar darinya.

Suatu malam, aku mendengar perbincangan dari para penjaga jika mereka berniat untuk menggantungku di tiang gantungan dan membakar mayatku karena aku tak kunjung-kunjung mati juga meskipun mereka sudah mulai mengurangi makananku dan membiarkanku kedinginan di gubuk ini tiap malam.

Akupun meminta kawan sejatiku; burung gagak itu yang sekarang kunamakan Krow untuk melihat celah supaya aku bisa kabur. Aku masih ingat betul bagaimana dia pergi terbang melalui celah dan kembali dalam beberapa jam membawa kunci di paruhnya dan pisau di kakinya.

  Aku menunggu hingga larut malam tiba, saat dimana para penjaga sudah terlalu mengantuk. Secara diam-diam aku membuka pintu gubuk kayu yang kudapatkan dari Krow dan membunuh kedua penjaga dengan pisau. Aku benar-benar membenci mereka.... Aku merasa sangat senang mendengar teriakan mereka ketika aku mencungkil mata mereka keluar dan melihat darah segar menetes keluar dari kedua lubang mata itu.

Aku kagum pada diriku sendiri yang tak gemetaran ataupun tak ragu-ragu untuk melakukan hal tersebut. Persetan dengan mereka, bahkan jika aku tak membunuh mereka sekalipun, mereka akan membunuhku. Apakah mereka peduli ketika mereka menyiksaku? Tidak! Apakah mereka punya belas kasihan padaku? Tidak! Jadi kenapa aku harus menunjukan belas kasihan atau peduli dengan keluarga mereka? Pfft....

Aku menyelinap kembali ke dalam rumahku yang sekarang tak terurus dengan menggunakan kegelapan sebagai kamuflaseku untuk menghindari para warga yang sedang sibuk menyiapkan acara eksekusiku untuk esok pagi.

Setelah mengumpulkan barang-barangku dan mencuri beberapa makanan dari gudang desa, aku menyelinap pergi dari desa. Aku tak peduli kemana aku harus pergi, selama aku jauh dari tempat terkutuk ini aku tidak akan komplain tentang apapun yang terjadi pada diriku nanti.

Aku menghabiskan waktuku mengembara di gurun dengan Krow. Kami berdua biasanya selalu merebut apa yang tersisa pertarungan antara 2 monster untuk dimakan atau digunakan untuk bertahan hidup.

Sekitar setahun kami mengembara di gurun tanpa arah dan tujuan sampai Krow datang dan membawa segerombolan orang-orang padaku. Mereka adalah perkumpulan dari orang-orang yang bernasib sama denganku; dibuang dan diasingkan dari dunia. Tidak ada tempat yang bisa kami sebut "rumah".... Tanpa ragu-ragu, aku dan Krow bergabung dengan mereka.

**************

  Sudah sekitar 9 tahun aku bersama mereka; orang-orang yang dibuang dan diasingkan ini. Aku akui, aku jauh lebih senang hidup dengan mereka dibandingkan siapapun. Mereka tak pernah sekalipun menyinggung warna rambutku ataupun mataku yang berbeda. Justru karena kami semua diasingkan karena berbeda dari manusia biasa, kami memiliki rasa solidaritas yang kuat.

Aku memang bertahun-tahun mengembara tanpa tujuan dan meskipun sekarang aku juga masih mengembara tanpa tujuan, setidaknya aku merasa memiliki keluarga. Aku mengenali tiap anggota dalam kelompok ini dengan sangat baik dan mereka juga mengenaliku dengan sangat baik.

Aku sangat dekat seorang.... Entahlah dia ini laki-laki atau perempuan. Namanya yang sekarang adalah Giraine. Dia adalah sosok yang berbadan kekar tetapi tidak memiliki wajah sama sekali... Ya, tidak ada hidung, tak ada mulut atau mata ataupun telinga. Dia tidak ingat apa yang terjadi padanya sampai dia bisa seperti ini tetapi yang jelas, dia benar-benar memiliki badan yang sangat kuat.

Kemudian, ada juga Reeks. Seorang mantan pasukan elit kerajaan yang masih setia pada raja yang lama. Dipecat secara tak hormat oleh raja yang baru dan dibuang dari setiap kota. Dia adalah orang yang mengajariku cara menggunakan pedang.

Dan yang terakhir, Oriane atau yang lebih suka disebut sebagai kutu buku. Badannya memang paling kecil diantara kami semua, kira-kira seukuran dengan anak kecil 8 tahun pada umummnya. Sosok pendiam tetapi memiliki kekuatan sihir yang luar biasa. Aku memang tak terlalu pintar soal sihir tetapi jika dia yang mengajariku, sesulit apapun sihirnya bisa aku pahami.

  "Naia" panggil Oriane dari luar tendaku

Aku menutup buku diaryku dan merangkak keluar dari dalam tendaku. Oriane berdiri sambil membenarkan posisi kacamatanya.

Naia adalah nama baruku. Aku mulai menggunakan nama itu semenjak aku pergi meninggalkan kampung halamanku yang terkutuk itu. Tch.... Jika aku sampai harus ke sana lagi, akan kupastikan aku adalah satu-satunya orang yang berjalan keluar hidup-hidup.

  "Ah, sudah waktunya ya?" balasku sambil membersihkan pasir yang menempel pada kedua telapak tanganku
  "Ya, kita harus segera pindah. Kereimo tadi pagi menemukan sebuah konvoi pedagang yang diserang. Lokasinya tak jauh dari sini" ucap Oriane dengan sedikit khawatir

  Aku menganggukan kepalaku. Dengan cepat aku masuk ke dalam tenda untuk mengisi diaryku ke dalam tas kecil dan mengambil pedang milikku kemudian aku keluar dari dalam tenda secepat mungkin.

Kereimo adalah salah satu dari pengintai yang kami miliki. Kemungkinan besar konvoi pedagang yang terbakar adalah akibat dari serangan bandit. Kami sebenarnya cukup kuat untuk berhadapan dengan sekelompok bandit tetapi kami lebih memilih untuk menghindari pertumpahan darah.

Aku pribadi tak keberatan jika aku harus menguliti satu per satu bandit hidup-hidup dan menggunakan usus mereka sebagai mantelku dan aku tak peduli. Ya, aku tahu orang-orang dalam kelompok ini masih punya belas kasihan pada kriminal dan buronan sekalipun.... Mereka tahu apa yang akan kulakukan pada bandit-bandit itu dan mungkin saja pemimpin kami tak ingin membuat masalah sehingga dia memutuskan untuk lebih baik memindahkan kamp kami sejauh mungkin.

Oriane hanya menunjukan telunjuknya pada tendaku dan dalam sekejap, tendaku dengan sendirinya terlipat-lipat. Heh, sihir... Aku selalu terkejut dengan kemampuan dari Oriane bahkan jika itu hanya sekedar mencuci gelas dengan air tanpa menyentuh gelas ataupun airnya.

Semua orang dalam kelompok juga mulai membereskan tenda mereka masing-masing dan bersiap-siap untuk berjalan pergi. Tak jadi masalah kemana kami pergi, selama kami jauh dari ancaman bandit, kami tidak akan protes pada pemimpin kami.

  "Dimana Krow? Aku belum melihatnya hari ini" ucap Oriane
  "Oh, aku menyuruhnya untuk mencari tanaman obat-obatan di sekitar sini" jawabku
  "Untuk seekor burung gagak, peliharaanmu itu sangat pintar"

Aku memungut tendaku yang sudah dilipat dan memikulnya kemudian berjalan bersama-sama dengan Oriane untuk bergabung dengan sisa kelompok yang sudah membentuk barisan untuk pergi.

Oriane ada benarnya. Aku tak pernah berpiki kenapa Krow begitu sangat pintar. Untuk hewan, dia bisa melakukan banyak hal yang luar biasa. Dia bisa memahami apa yang dikatakan oleh orang lain. Jujur saja, aku sendiri juga bingung kenapa aku perlahan-lahan bisa memahami apa yang dikicaukan Krow.

Aku menatap Oriane, berharap kutu buku ini mengetahui jawabannya. Tidak.... Dia pasti tahu jawabannya! Untuk sesuatu yang tak bisa dijelaskan oleh logika bisa dijelaskan olehnya dengan sangat sempurna. Melihat tatapanku, Oriane tersenyum kecil.

  "Krow adalah spesies yang disangka telah punah 80 tahun yang lalu. Karena kepintarannya, spesiesnya diburu karena rasa takut orang-orang jika suatu hari nanti spesies itu akan jauh melebihi manusia. Spesies itu juga tertarik pada kekuatan magis yang besar"
  "Huh.... Tertarik pada kekuatan magis yang besar? Krow menemukanku di dalam tempat pengasingan. Apanya yang begitu magis dari tempat itu?" balasku
  "Entahlah" balasnya sambil menaikan bahu

Hah. Entah apakah dia berpura-pura tidak tahu supaya aku belajar sendiri ataukah dia memang tidak tahu. Dari pengalamanku berteman dengannya selama 9 tahun di kelompok ini membuatku yakin dia pasti ingin memaksaku untuk belajar

  Kelompok kami pun mulai berjalan. Seperti biasa; tanpa arah. Tetapi 1 hal yang jelas; kami akan pergi kemana orang tak berani berpijak. Kami sudah terbiasa menjalani hidup nomadik seperti ini. Untuk orang-orang yang dibuang oleh dunia, tiada tempat yang bisa kami panggil rumah. Itu adalah derita yang harus kami tanggung.

BLAR! Suara tembakan yang membuat telingaku sakit dengan jelas dapat terdengar. Sebelum aku bisa merespon, Oriane terjatuh di tanah tak bergerak. Begitu aku menoleh padanya, kepalanya sudah pecah. Suara sorak-sorak dari orang-orang dapat didengar.

  "SERANGAN!" teriak salah satu anggota kami

Ketika aku melihat ke arah datangnya suara sorak-sorak tadi, aku melihat sebuah banner bendera kerajaan Arymania berkibar diantara ribuan pasukan-pasukan yang mengenakan seragam perang mereka.

Tidak... Mereka bukan bandit... Mereka adalah pasukan elit kerajaan Arymania. Tanpa berpikir panjang, aku berlari dan tiarap di balik sebuah batu sambil mengintip dari kejauhan bagaimana sebuah barisan panjang dari pasukan kerajaan mengkokang senapan mereka dan membidik.

BLAR! BLAR! BLAR! Beberapa orang dari kelompoku jatuh lagi. Suara torompet perang dapat terdengar. Dengan penuh semangat mereka bersorak dan mulai berlari menyerang kami. Pasukan berkuda mereka tanpa ragu-ragu langsung melesat menyerang kami dengan sangat cepat.

Dalam waktu singkat, kami sudah kehilangan lebih dari separuh kelompok. Aku menunggu seekor pasukan berkuda mendekati posisiku. Begitu targetku sudah cukup dekat, aku melompat keluar dan dengan cepat melemparkan pedangku ke arah penunggang kuda. SLASBH! Satu lemparan dan penunggang itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Sebelum dia bisa bertindak, aku menginjak kepalanya dengan sepatuku, mencabut pedangku yang menancap pada perutnya kemudian menikamnya dari kepala.

Selagi kawan-kawanku sedang sibuk dengan pasukan berkuda dan pasukan-pasukan kerajaan yang menyusul dari belakang, aku akan fokus pada yang jauh lebih membahayakan; orang-orang bersenapan jarak jauh itu. Musketeer? Entahlah, aku tak hafal sebutan mereka.

Aku mengambil tombak milik prajurit yang tadi kubunuh dan menunggangi kudanya. Aku tahu senjata itu kurang begitu akurat tetapi ada beberapa yang sangat akurat. Dimana perbedaanya? Bentuknya. Darimana aku mengetahui semua ini? Oriane.... Aku akan menangis belakangan, untuk sekarang, menyingkirkan mereka adalah prioritasku.

  Melihatku datang dengan kuda ke arah mereka, barisan penembak mulai membidik ke arahku. Aku dengan jelas bisa melihat komandan barisan mereka; seorang pria dengan mantel merah dan topi hitam dengan logo kerajaan Arymania.

Aku merapatkan badanku ke kuda dengan harapan seandainya jika ada peluru yang akan mengenaiku akan mengenai kuda terlebih dahulu.

BLAR! BLAR! BLAR!

Tangan kiriku terasa seperti tersengat dengan tiba-tiba dan kuda ini langsun kehilangan keseimbangan dan jatuh. Tepat saat kudanya akan jatuh, aku melompat turun. Aku sadar ada sebuah lubang kecil di baju lengan kiriku dan darahku mengalir keluar tetapi aku mengabaikan rasa sakitnya. Lebih tepatnya, aku sudah terbiasa dengan rasa sakit.

Beruntung bagiku, kuda tadi cukup dekat dengan barisan para penembak dan tidak ada apapun yang bisa dijadikan pelindung antara aku dan mereka. Sempurna... Tidak ada satupun yang bisa melarikan diri dariku nanti.

  "ISI KEMBALI SENJATA KALIAN!!"

Mendengar teriakan yang tegas dan lantang dari komandan mereka, aku tersenyum kecil dan berlari mendekati barisan mereka. Melihatku yang berlari jauh lebih cepat dari perkiraan mereka sepertinya membuat mereka mengubah rencana mereka.

  "SIAPKAN BAYONET!!!"

Aku memegang erat-erat tombak di tangan kananku dan melemparnya ke arah komandan mereka yang sedang melihat ke arah lain. JLEB! Tombak tadi mengenai kepalanya. HA! Melihat komandan mereka jatuh, mereka kebingungan apa yang harus dilakukan. Menggunakan kesempatan sempit itu, aku berlari dengan pedang di tangan kananku dan menerobos melalui barisan pertama.

Aku sengaja berlari terus menuju barisan penembak ke-2 yang berada tak jauh dari barisan pertama. Barisan ke-2 sudah memasang bayonet pada senjata mereka dan bersiap-siap melihatku yang datang. Begitu aku cukup dekat, mereka berlari menyerangku sekaligus mencoba mengepungku. Aku menendang pasir yang ada di tanah supaya debu-debunya masuk ke dalam mata mereka; memberiku sedikit waktu untuk membunuh sedikitnya 3 orang.

Biasanya aku tidak akan langsung membunuh lawanku... Aku ingin mendengar jeritan mereka ketika aku menguliti mereka nanti tetapi hari ini aku ingin langsung memutilasi mereka satu per satu.

Para penembak dilatih untuk mengisi senjata mereka dengan cepat dan bertarung menggunakan formasi dengan seseorang bertindak sebagai komando barisan. Jika komando barisan mereka terbunuh atau barisan mereka terbongkar, mereka tidak lebih dari sekelompok pemula.... Tak peduli jika status mereka itu elit ataukah bukan.

Seorang penembak mencoba menikamku dari belakang dengan bayonet. Senjata mereka yang panjang dan terbuat dari kayu membuat serangan mereka gampang untuk ditebak. Aku memukul senjata itu dengan tangan kiriku untuk membuat penembak itu kehilangan keseimbangan untuk sesaat kemudian sebelum dia bisa pulih, aku langsung menikamkan pedangku tepat pada dadanya.

  "Jantung" gumamku
  "AARGH!!

JLESH! Darah segar muncrat keluar dari dadanya ketika aku menebasnya. Aku membuat lubang yang cukup besar untuk bisa memasukan tanganku. Tangan kiriku masuk menerobos tulang dadanya dan mencabut jantungnya. Hehe.... Aku membuang mayat orang itu dan menginjak kepalanya.

Hangat.... Jantung ini benar-benar hangat....

Melihatku berdiri memegang jantung teman mereka membuat mereka menatapku dengan rasa marah, tetapi takut dan ngeri pada saat bersamaan. Kaki mereka mungkin tidak bergetar, tetapi mata mereka tak bisa berbohong padaku.

  "Gila! Dasar perempuan gila!!!" komentar salah satu dari mereka

Hahaha.... HAHAHA!! Ya! Aku memang gila! Dan mereka terjebak denganku!!! Aku tertawa sesaat sambil mencabut bayonet dari senapan orang yang kubunuh tadi. Aku mengendus-ngendus jantung yang baru saja kucabut tadi... Hmmmmmm

  "Goreng atau dibakar?" gumamku
  "M-monster!! Kau benar-benar monster!" komentar salah satu pasukan
  "Monster? HAHAHAHA!" aku tertawa mendengarnya

Aku menancapkan pisau bayonet pada jantung dan mulai menguyahnya. Kenapa? Kalian punya masalah?

BLAR! Salah satu penembak menembaku dari samping dan tembakannya mengenai tangan kananku. Aku melepaskan jantung yang tadi dan melemparkannya ke atas sebagai pengecoh. Saat semua orang melihat ke atas untuk sesaat, aku melemparkan pisau bayonet tadi ke penembak yang menembakku tadi. JLEB! Pisau tadi menancap pada mata kanannya.

Teriakan kesakitan tadi menarik perhatian yang tadi terkecoh. Tetapi saat mereka melihat kembali ke arahku, aku sudah ada di hadapan mereka dan membantai hampir 1 barisan penembak. Hahahah.... Semua teriakan kesakitan dan darah segar yang berceceran ini membuatku semakin bersemangat dan bisa melupakan rasa sakit dari luka-luka tembakan dan goresan pisau yang kuterima.

Aku tidak suka menghitung tetapi aku mungkin sudah menjatuhkan sekitar 37 orang tadi. Tidak cukup.... Ini tidak cukup.... Lebih! Lebih banyak lagi!!!

  "Demi Dewi Bintang Senja! Ada apa dengan psikopat ini?! MUNDUR! MUNDUR!!!" teriak salah satu dari mereka melihatku ketakutan
  "Panggil penembak jitu!! Panggil penembak jitu!!!!!"

HAH! Lemah! Kalian para orang-orang tak berguna tidak bisa lari setelah mengepungku! Kemanapun aku pergi, aku akan tetap bertemu dengan kalian! HAHAHA! HAHAHAHAAAA!!!

Aku melihat bagaimana mereka berlari tanpa formasi dan arah. Mereka terlalu takut untuk berpikir kemanakah mereka harus pergi. Mereka sepertinya ngeri melihatku mencabut satu organ dari tiap teman-teman mereka.

Sebuah kelompok pasukan penembak datang. Mereka membentuk 2 barisan; yang di depan dalam posisi berlutut sementara yang di belakang berdiri. Kedua barisan tersebut membidik ke arahku. Di samping mereka ada komandan mereka yang memegang pistol dan menatapku dengan tatapan penuh amarah mungkin karena aku sudah membunuh terlalu banyak bawahannya. Hehehehe....

Aku mengambil musket yang tergeletak di tanah dan berlari ke arah kelompok itu.

  "TEMBAK!"

BLAR! BLAR! Aku merasa kakiku dan beberapa bagian badanku tersengat, tetapi itu tidak menghentikanku. Aku terus berlari ke arah mereka.

  "ISI ULANG SENAPAN KALIAN!!! BIDIK!!!"

Aku mengerahkan semua tenaga yang kumiliki untuk melemparkan senjata itu seperti sebuah tombak. BLAR! Aku terjatuh ke belakang. Hehehe.... Tak masalah jika aku mati di sini.... Setidaknya sebagian dari teman-temanku pasti bisa melarikan diri karena kekacauan yang kusebabkan di barisan penembak pasukan kerajaan.

Yah... Memang tiada tempat untukku di dunia ini dan teman-temanku tadi.... Mungkin adalah satu-satunya "tempat" yang bisa kusebut rumah...

Rumah ya? Hmnh..... Pandanganku semakin gelap. Heheh.... Rumah.... Oriane, kau selalu berbicara tentang kehidupan setelah kematian. Apakah aku bisa menemukan rumah setelah aku mati?

****************

  Aku membuka mataku. Langit sudah gelap dan aku bisa mencium bau darah segar dan kebakaran. Aku melihat ke sebelahku. Krow sedang melihatku. Di paruhnya ada sebuah kantong plastik. Aku bangun dan melihat badanku yang... Ugh.... Hampir tidak mengenakan pakaian dan memiliki bekas luka dimana-mana.

Selain badanku terasa aneh dan sakit di setiap tempat. Penutup mata kiriku juga hilang. Oh? Aku tak sadar aku memiliki lumayan banyak luka bekas tembak dan goresan benda tajam. Sebagian tempat lukanya telah ditutupi obat dan dibalut dengan perban.

  "KAAAAKK!!!" kicau Krow
  "Huh... Aku menipu kematian lagi ya Krow?" tanyaku
  "KAAAK! KAAAK!!" balasnya sambil menunjukan paruhnya yang menggigit sebuah kantong plastik

Aku melihat isi kantong plastik tersebut. Tanaman herbal dan perban. Ahh... Aku mengerti... Krow menggunakan sedikit tanaman herbal dan menutupi lukaku dengan perban tetapi gagal mengeluarkan peluru-peluru yang menancap dalam badanku. Tak jadi masalah.

Aku mengambil kantong plastik tersebut. Krow berjalan mengambil sebuah pisau kecil yang tergeletak tak jauh dariku dan membawanya padaku.

  "Terimakasih Krow. Kau selalu mengagumkan seperti biasanya" ucapku

Aku mulai mengeluarkan satu per satu peluru yang bersarang di badanku dengan pisau dan mengoleskan tanaman pada luka dan menggunakan perban yang dibawa Krow. Aku bersyukur pakaianku tergeletak tak jauh dariku tetapi aku sama sekali bingung bagaimana caranya aku tidak mengenakan apa-apa ketika aku sadar.

  "Kaak! kaaak!!!" kicau Krow sambil mengepakan sayapnya dengan ekspresi yang sedikit garang
  "Uh-huh" aku menganggukan kepalaku sambil mengenakan kembali pakaianku. "Jadi aku diperkosa oleh bandit yang datang setelah pertempuran? Huh..."

Aku mengambil pedang milikku yang tertancap di tanah dan melihat sekelilingku. Darah dan mayat dimana-mana. Ada api yang berkobar dengan hebat di beberapa tempat.

Jika benar bandit datang sesaat setelah pertempuran, maka bisa jadi yang menyerang konvoi pedagang tempo hari adalah mereka dan mungkin saja pasukan Kerajaan Arymania untuk mencari pelaku penyerangan dan mengira kami adalah pelakunya mengingat kami bersenjata.

Ada sejumlah mayat-mayat yang kukenal di sini... Dinilai dari jumlah mayat yang kukenal, aku bisa berasumsi sebagian kawan-kawanku berhasil melarikan diri atau mungkin ditangkap entah oleh bandit ataupun pasukan Kerajaan.

  "Kaaak!!!!" kicau Krow mengepakan sayapnya dan menatapku
  "Ya, aku sangat marah Krow.... Segala yang kumiliki selalu diambil... Pasukan Kerajaan mengambil kawan terbaikku dan bandit mengambil harga diriku..." balasku sambil menatap langit yang gelap
  "KAAK!!!! KAAAK!!!! KAAK!!!" Krow terbang dan hinggap di pundakku

Aku tersenyum dan mengelus-ngelus kepala Krow dengan lembut. Badanku memang terasa sakit, tetapi aku masih bisa bergerak dan yang terpenting; aku masih bernafas.

  Tidak akan kumaafkan... Aku akan membunuh semuanya.... Ya.... Semuanya. Akan aku kuliti mereka hidup-hidup kemudian kucungkil mata mereka dan membiarkan mereka membusuk di bumi ini... Mungkin aku juga akan memotong jari mereka satu per satu nanti... Ya.... Ya! Akan kulakukan... Hehehe... Membayangkan teriakan kesakitan mereka saja membuatku kembali bersemangat.

Dalam kondisi seperti ini, aku mungkin tidak akan kuat melawan banyak orang sekaligus dan memburu bandit sebenarnya merupakan pekerjaan yang sangat melelahkan.... Membalas dendam pada kerajaan juga sepertinya mustahil untuk sekarang ini... Hmn... Apa yang harus kulakukan?

  "Apa yang tidak membunuhku, membuatku semakin kuat" gumamku merasa senang. "Krow, aku mungkin akan perlu kau untuk menemukan konvoi pedagang terlebih dahulu. Perkirakan ke mana mereka akan pergi dan laporkan padaku"
  "Kaaak!"
  "Yah... Para bandit tidak akan sering memeriksa konvoi yang sudah diserang tetapi kerajaan pasti akan memeriksanya. Kita akan adu domba mereka. Jika aku bertemu dengan bandit, aku akan menangkapnya, menyiksanya dan membiarkannya menjadi makananmu"
  "Kaaak!!" Krow melihat-lihat mayat-mayat di sekitarnya

Hmn? Krow mengatakan jika ada seorang necromancer yang datang ke tempat ini untuk mencoba membangkitkan mayat-mayat serta adanya kemungkinan sejumlah pasukan kerajaan yang berpatroli di sekitar sini untuk mengintai.

Aku tidak suka necromancer; para pengguna ilmu gelap itu tidak bisa dipercaya tetapi aku mau bekerja sama dengan orang-orang itu jika itu berarti aku bisa meruntuhkan kerajaan Arymania dan memberikan kematian pada para bandit.

  Menemukan Necromancer sangat mudah.... Karena aku bisa melihat dengan jelas sebuah pilar cahaya hitam pekat naik ke udara.

Aku tak mengerti ritual apa yang coba dilakukan oleh necromancer itu di sini. Aku berjalan menghampirinya, dengan tangan kananku siap menghunus pedang seandainya aku harus memenggal kepala orang bodoh ini terlebih dahulu.

Dia terkejut melihatku berdiri. Untuk gambaran necromancer.... Orang ini terlihat cukup berpengalaman dan cukup tua. Tangan kanannya yang sudah keriput itu memegang penutup mata milikku.

  "Aaah, jadi rupanya inilah sumber kekuatan yang kurasakan" ucapnya.
  "Tua bangka, bisakah aku mengambil kembali penutup mataku itu?" pintaku
  "Berikan aku mata kirimu itu dan aku akan memberikan penutup mata ini"

Mata kiriku? Hah? Mata kiriku ini buta dan tak dapat melihat apapun  sama sekali. Kenapa seorang necromancer menginginkan mata kiriku?

  "Krow, pergilah untuk sementara" perintahku

Mendengar perintahku, Krow mengepakan sayapnya beberapa kali kemudian terbang melayang di udara memutariku.

  "Sayang sekali, kalau kau tak mau memberikanku mata kirimu, maka aku akan mengambilnya secara paksa"
  "Yah... Jika kau tak memberikanku nyawamu, maka aku akan mengambilnya secara paksa" balasku

Necromancer ini memukulkan tongkatnya di tanah beberapa kali. Sejumlah mayat bangkit berdiri dan bahkan ada juga sejumlah... Arwah yang datang.

Hmn? Perasaan macam apa ini? Mata kiriku.... Bisa melihat? Apa-apaan ini? Mata kiriku seperti bisa melihat semacam... Bayangan. Ketika aku menutup mata kiriku, mayat-mayat tersebut bergerak persis sesuai dengan bayangan yang kulihat oleh mata kiriku tadi. Huh... Memperkirakan masa depan ya? Ini membuat semuanya menjadi semakin mudah bagiku.

Aku mulai berlari menebas semua mayat dan arwah yang menghalangi jalanku. Necromancer itu mencoba menghantamku dengan sebuah mantra energi kegelapan tetapi mata kiriku bisa melihatnya dengan jelas bagaimana dan apa yang akan dilakukannya nanti.

Sesaat setelah dia selesai mengucapkan mantra. Dia tertawa.

  "Kau tak bisa membunuh apa yang telah mati anak muda!!!"

Dia mengayunkan tongkatnya ke arahku. Sebuah energi kegelapan memancaar keluar. Aku dengan mudah dapat menghindarinya dan langsung menikamnya di perut. Begitu pedangku menembus perutnya, necromancer tua ini memuntahkan darah.

  "T-tidak mungkin...." gumamnya
  "Aku adalah kematian" bisikku sambil tertawa kecil
  "K-kau... adalah Revealer?! Manusia yang terpilih untuk menentukan nasib dunia?!" lanjutnya. "Ramalan lama itu.... Ternyata benar... Saat fajar tiba... Seorang Revealer akan muncul ke tengah-tengah dunia"

Aku menatap matanya yang sepertinya ketakutan. Tiba-tiba saja aku melihat kilatan cahaya putih dalam kepalaku. Karena terkejut, aku tak sengaja menebasnya menjadi 2 kemudian aku terjatuh ke belakang karena masih kaget apa yang barusan terjadi.

Karena tuannya telah mati, semua mayat dan arwah yang dibangkitkan menghilang dan tergeletak di tanah tak bergerak. Aku mencoba mengatur nafasku untuk sesaat dan berpikir apa yang barusan terjadi.

Kilatan cahaya apa tadi yang kulihat saat aku menatap matanya? Entah kenapa... Aku merasa seperti mengetahui semua tentang necromancer itu... Namanya, tempat dan tanggal lahirnya, semua ilmunya...

  Aku menatap sebuah mayat prajurit kerajaan yang tergeletak disampingku. Aku menunjuk jari telunjuk kiriku ke arahnya dan memfokuskan pikiranku. Aku bisa merasakan energi mengalir dari mataku ke seluruh tubuhku untuk sesaat.

BZZZ! Aku bisa merasakannya! Aku bisa merasakan setitik energi di mayat itu. Dengan cepat energi itu menyebar dan mayat itu mulai bangkit berdiri dengan sendirinya.

Ahahah... AHAHAHAHAH! Jadi selain bisa memperkirakan apa yang akan terjadi ke depan, aku juga sepertinya bisa menyerap ingatan orang lain ya? Sempurna... Aku bisa membangkitkan mayat-mayat yang jumlahnya berlimpah ini sebagai prajuritku dan menggunakan mereka sesuka hatiku... Tidak hanya itu, aku juga mengetahui mantra apapun yang telah dipelajari oleh necromancer tadi.

Aku bisa merasakan jika nanti sebuah peluru melesat ke arah kepalaku. BLAR! Dengan cepat aku menangkisnya dengan pedangku. KLANG! Aku bisa melihat dengan jelas bagaimana peluru kecil terjatuh di tanah.

Aku melihat ke arah asal tembakan, seorang pasukan penembak Kerajaan Arymania terkejut. Mengetahui aku sedang melihat ke arahnya, dia berbalik badan dan mencoba melarikan diri. Aku hanya tersenyum kecil saat aku melihat kerangka-kerangka tangan keluar dari tanah dan memegang kakinya sehingga dia tersandung.

Aku berjalan dengan santai menghampirinya yang meronta-ronta memukul kerangka-kerangka tangan yang memegang kakinya dengan senapannya.

  "Aaah, masih ada satu yang hidup di sini rupanya" sapaku
  "A-ampuni aku! Ampuni aku! Aku punya seorang anak kecil yang akan berulang tahun akhir tahun ini!" ucapnya

Dengan tangan yang gemetaran hebat, dia mengeluarkan sebuah foto dari saku seragamnya dan menunjukannya padaku. Oooh... Keluarga yang indah... Lihatlah orang ini sedang tersenyum bersama seorang perempuan cantik di sebelahnya yang sedang menggendong bayi yang terlihat sehat...

  "A~aku akan memberitahukan semua yang kuketahui! Aku akan merahasiakan hal ini! Kumohon nona! Jangan bunuh aku!"
  "Buka matamu dan tatap mataku" perintahku
  "Hah?"

Saat prajurit ini membuka matanya dan menatap mata kiriku. Aku bisa melihat kilatan cahaya yang sangat silau lagi. Ugh.... Aku benci kilatan cahaya itu, tetapi setidaknya aku memperoleh semua ingatannya... Ya... Aku tau dimana dia tinggal, siapa komandannya... Dan ini membuatku marah...

Komandan dari para prajurit yang menyerang kami.... Rupanya pernah berbicara dengan ayahku di kerajaan Arymania. Grrr..... Laki-laki itu...

  "Umm.... Kau akan membebaskanku sekarang?" tanya prajurit itu
  "Ya..." jawabku

BLESH! Aku menebas kepalanya dengan cepat. Aku tersenyum lebar meliahat kepalanya menggelinding di pasir dan darah segar mengalir keluar seperti air mancur di taman dari lehernya.

  "Tenang saja, akan kukirim istri dan anakmu juga untuk menyusulmu supaya kau tak kesepian"

Aku berdiri dan mengambil jubah hitam milik necromancer yang tadi kubunuh. Dengan satu mantra, aku membangkitkan semua mayat-mayat bekas pertempuran tadi. Ya... Dengan jumlah seperti ini seharusnya cukup. Krow mendarat kembali di bahuku. Aku mengelus-ngelus kepalanya seperti biasa.

  "Ayo Krow... Kita punya urusan yang harus kita selesaikan" ucapku
  "Kaaak?" Krow memiringkan kepalanya
  "Kau masih ingat tempat terkutuk dimana aku dilahirkan? Yorkville... Mungkin sudah waktunya untuk kita mengecat lantai kota itu dengan darah mereka dan mendekorasi pintu rumah mereka dengan potongan tubuh keluarga mereka"
  "Kaaak!!!! Kaaak!!!" Krow mengepakan sayapnya karena bersemangat
  "Ya... Aku tak sabar untuk membalas apa yang mereka telah lakukan Krow. Ini adalah langkah pertama kita. Kau dan aku"

Aku tersenyum lebar. Aku tak sabar.... Pertama, aku ingin membalaskan kekejaman dari warga Yorkville padaku, kemudian para bandit akan menerima amarahku dan selanjutnya; Kerajaan Arymania. Setelah itu? Mungkin ayahku.... Aku ingin sekali bertanya kenapa dia berbicara dengan komandan dari pasukan Arymania?

Aku tahu persis dimana Yorkville berada dan aku akan membawa "teman-temanku" bersamaku kali ini.... Apapun yang akan terjadi, pasti akan sangat menyenangkan... Aku mengenakan penutup mataku kembali untuk menutup mata kiriku.

Sudah waktunya.... Untuk dunia ini mendengar teriakanku....

************
Bersambung

  Episode selanjutnya,
  "Saat fajar tiba, setitik cahaya harapan yang redup muncul. Seorang anak manusia; Revealer; yang terpilih, akan muncul ke dalam dunia. Perubahan terjadi, namun ke manakah arahnya masih misteri. Akankah dia menjadi pembawa kehancuran atau menjadi penyelamat?

Kehancuran dunia dan keselamatan dunia berada di bahu dari yang terpilih. Ketika api menyelimuti fajar, nasib dunia dipertaruhkan"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar