Minggu, 22 Mei 2016

Burning Dawn Part-1

  Episode sebelumnya, Yah.... Lebih tepatnya prolog....

  "Akan tiba waktunya, ketika legenda menjadi kenyataan, era penderitaan akan dimulai. Anak manusia akan menumpahkan darahnya di seluruh daratan, pemimpin-pemimpin palsu akan bangkit membawa kegelapan sekali lagi...

Saat fajar tiba, setitik cahaya harapan yang redup muncul. Seorang anak manusia; Revealer; yang terpilih, akan muncul ke dalam dunia. Perubahan terjadi, namun ke manakah arahnya masih misteri. Akankah dia menjadi pembawa kehancuran atau menjadi penyelamat?

Kehancuran dunia dan keselamatan dunia berada di bahu dari yang terpilih. Ketika api menyelimuti fajar, nasib dunia dipertaruhkan"




**************
Burning Dawn
Part-1
 Lone Ranger


  Aaaah, Yorkville.... Tempat terkutuk yang membuatku sangat menderita di dunia ini semenjak aku dilahirkan. Senang akhirnya bisa melihat tempat ini terbakar dan dipenuhi oleh mayat. Oh, jeritan-jeritan dari warga saat prajurit-prajuritku memotong-motong mereka benar-benar menghiburku.

Tidak ada satupun rumah yang tidak dipenuhi dengan darah dan tiap depan pintu rumah telah ditancapkan potongan-potongan badan dari warga. Aku sengaja tak menyuruh semua prajuritku untuk membunuh semua orang di sini.

Tidak... Aku ingin membuat mereka menderita terlebih dahulu sebelum mati. Aku ingin mereka tahu bagaimana rasanya ketika mereka menyiksaku dulu...

Dulu mereka tak segan-segan melempariku dengan batu, memukulku hingga babak belur, mengasingkanku, membiarkan aku hampir mati karena kedinginan dan kelaparan serta menertawakanku.... Sekarang waktunya untuk aku yang menertawakan mereka.

Aku dengan santai duduk di kursi kayu tengah-tengah alun kota sambil memperhatikan prajurit-prajuritku yang setia menguliti mereka dan memotong-motong mereka sedikit demi sedikit. Tidak ada yang lebih menyenangkan saat aku melihat mereka berteriak dan berlutut meminta ampun padaku.

Salah satu prajuritku menyeret seorang kakek ke hadapanku. Aaah, kepala desa? Kukira dia sudah mati karena umur... Tak kusangka dia masih hidup. Yah, tak jadi masalah. Karena hari ini juga aku berencana untuk membunuh semua orang tanpa menyisakan apapun.

  "Nyonya.... Kami menemukannya bersembunyi di ruang rahasia" ucap prajuritku

Aku sendiri masih heran bagaimana caranya prajuritku ini yang merupakan mayat yang sudah membusuk dan hanya 20% dagingnya saja yang masih menempel pada badannya bisa berbicara. Ah sudahlah, magic adalah hal yang masih dipenuhi misteri.

Kepala desa menatapku dengan air mata yang berlinangan. Dia berlutut di hadapanku.

  "Kumohon, ambil saja semua yang kau inginkan dari desa ini! Kami rela memberikan semuanya padamu! Hasil panen, ternak, kekayaan kami dan bahkan tambang-tambang kami! Tapi tolong, jangan bunuh anak-anak kecil.... Mereka masih punya hari depan!" pintanya
  "Jangan berbicara seolah-olah kau lupa padaku, kepala desa Rothery" balasku sedikit kesal

Kepala desa mengangkat kepalanya dan menatapku. Dia sama sekali tidak mengenaliku. Membuatku semakin kesal saja. Aku berdiri dan melepaskan penutup mata kiriku. Begitu dia melihat mata kiriku yang berwarna putih pucat, dia terlihat sangat syok.

  "L-Leia?!" ucapnya. "K-kenapa kau melakukan semua ini?!"
  "Kenapa aku melakukan semua ini?" aku menahan tawaku. "Ambilkan selembar kertas yang masih dalam kondisi bagus dan berikan pada manusia keriput ini"

Mendengar perintahku, salah satu prajuritku pergi untuk mencari kertas dari dalam sebuah rumah. Sambil menunggu, aku kembali duduk dan melirik ke arah mayat dari Jeffery dan adiknya 9 tahun bernama Liria ditancapkan pada sebuah tombak. Kedua mayat mereka perutnya sudah dilubangi...
Heh, pria brengsek yang selalu memukuliku dengan tongkat kayu dari kaki hingga memar dan membuatku kesulitan berjalan selama 3 minggu....

  "Leia... Kau bahkan sampai rela menggunakan ilmu gelap hanya untuk membalaskan dendam? Kalau begini seharusnya kami membunuhmu ketika kau terlahir" geram kepala desa
  "Siapa yang memberikanmu izin untuk berbicara?" tanyaku dengan tegas

Salah satu prajuritku kembali dan memberikan selembar kertas pada kepala desa.

  "Sekarang, gulunglah kertas itu seperti bagaimana kau menggulung sampah tetapi jangan buang. Ludahi kertas itu, kotori dengan pasir" perintahku

Kepala desa menurutiku. Dia mengucak-ngucak kertas tadi, meludahinya dan kemudian menggulung-gulungkannya pada pasir. Beberapa warga yang di sekitar memperhatikannya. Mereka terlihat sangat membenciku. Hah, tatapan yang masih sama semenjak aku terlahir... Tetapi apa yang bisa mereka lakukan sekarang? TIDAK ADA! HAHAHA!

  "Sekarang coba kau kembalikan kertas itu kembali ke dalam kondisi semula; kondisi yang masih bersih, tanpa bekas lipatan, tanpa sedikitpun debu dan tanpa bekas ludahmu" perintahku dengan santai sambil tersenyum
  "I-itu mustahil! Bagaimana caranya aku bisa membenahi kertas ini kembali seperti kondisi semula?!" protes kepala desa
  "Sekarang bayangkan kertas itu adalah diriku"

Mendengar ucapanku barusan, dia menundukan kepalanya. Begitu juga dengan para warga di sekitarku.

  "Ayahku pergi dengan perempuan lain. Ibuku mencoba membunuhku. Kalian semua tiap hari melempariku dengan batu, memukuliku dengan kayu, mengurungku dan membiarkan aku mati kedinginan dan kepalaran di dalam gubuk busuk itu dan kemudian berencana untuk membakarku hidup-hidup dan menggantungku DAN KALIAN MASIH BERTANYA KENAPA AKU MELAKUKAN INI?!?!?! APA KALIAN IDIOT?!" 

Aku memukul tangan kursi kayu. BRAK! Tangan kursi tersebut langsung retak. Dasar orang-orang bodoh.... Aku bahkan tidak tahu mengapa mereka memperlakukanku seperti itu dari kecil. Aku tidak memberikan kesempatan untuk mereka lagi. Tidak akan.

  "Leia, tidak peduli sekuat apapun dirimu sekarang, kau tidak akan bisa menghindari kematianmu ketika saatnya tiba"

Aku berdiri dan memotong tangan kiri dari kepala desa. Dia hanya bisa berteriak kesakitan dan melihat tangan kirinya yang telah putus dengan tatapan penuh rasa takut.

  "Aku adalah kematian" jawabku. "Bawa dia! Siksa dia seperti yang lain. Setelah itu bunuh semua anak-anak kecil terlebih dahulu dan pastikan semua orang tua mereka menyaksikannya dengan mata kepala mereka sendiri! Oh, sisakan separuh anak kecil dan paksa mereka untuk memakan daging dari kawan-kawan mereka sendiri. Jika mereka menolak, siksa mereka sampai mereka mau"

Heh, aku bisa saja langsung menghisap ingatan kepala desa tetapi tidak, aku tidak ingin melakukannya. Mereka tidak menunjukan sedikitpun belas kasihan padaku dulu dan sekarang aku tidak akan menunjukan belas kasihan.

Aku mulai mendengar para warga yang tersisa mulai bernyanyi memuja-muja Dewi Kehidupan saat satu per satu mereka disiksa dan dibunuh oleh pasukanku. Heh, semoga Dewi kalian itu memiliki belas kasihan, karena aku tidak akan punya belas kasihan terhadap kalian.

Saat prajurit-prajuritku menyiksa mereka, aku berjalan menuju sebuah rumah lusuh yang letaknya sedikit terpisah dari rumah-rumah lain. Sebuah rumah lusuh kecil yang terbuat dari kayu sederhana. Aku menutup mata kiriku dengan penutup mata dan.... Entah kenapa, aku tersenyum sesaat saat melihat rumah ini.

Aaaah, rumahku... Bentuknya tak berubah sama sekali hanya saja benar-benar dipenuhi debu karena lama tak terurus dan pintu masuknya dihalangi dengan blokade kayu... Mungkin saja para keparat itu yang memasangnya. Aku cukup terkejut mereka belum meruntuhkan rumah ini.

Aku mencabut satu per satu kayu yang menutup pintu dan membuka pintu rumahku. Debu-debu bertebangan ketika aku melangkahkan kakiku masuk.

Tidak berubah.... Tidak ada yang berubah dari rumahku ini. Semuanya masih sama persis seperti dahulu... Kursi-kursi dan meja kayu di ruang keluarga dan ruang tamu... Karpet merah yang sekarang berdebu... Perabotan-perabotan rumah juga masih ada di sini.

Aku berjalan menuju kamarku; satu-satunya tempat yang aku sukai di dunia ini. Pfff.... Banyak sekali debu tetapi setidaknya kamarku masih dalam kondisi seperti dulu. Rapi dan dipenuhi oleh boneka jerami buatanku sendiri.

Aku memungut sebuah boneka jerami sederhana yang tertata rapi di lemari kayu yang berdebu. Dengan lembut aku membersihkan boneka itu dari debunya.

  Aku teringat kembali bagaimana dulu waktu aku kecil.... Aaah, begitu tak berdaya dan selalu disiksa... Aku tak punya teman sehingga aku membuat boneka-boneka ini sendiri dan bermain dengan mereka.

Sekarang? Aku cukup kuat. Aku juga memiliki kekuatan penyembuhan luka yang luar biasa. Luka apapun yang kuterima akan pulih dalam waktu beberapa jam. Penyihir yang kutemui di tengah-tengah perjalanku menuju ke desa ini juga membuatku mengetahui sejumlah mantra kuat, tentu saja setelah aku membunuhnya.

Kekuatanku yang sekarang masih kurang.... Ya.... Masih kurang.... Aku ingin lebih banyak lagi.... Lebih banyak.... Jumlah prajurit yang kumiliki sekarang tidak cukup untuk meruntuhkan kerajaan Arymania tapi kurasa cukup untuk menghabisi segerombolan bandit.

Bahkan jika aku menghidupkan para bandit itu nanti, kurasa aku tidak akan bisa meruntuhkan Kerajaan Arymania. Mantra-mantra mematikan yang kuketahui juga tidak akan membunuh semua orang di Kerajaan itu sekaligus.... Hmph, aku akan memikirkan itu belakangan.

Setidaknya untuk sekarang, pembantaian desa ini adalah bagian dari rencanaku untuk memancing keluar bandit. Mereka pasti akan menyadari jika ada desa yang diserang habis-habisan dan akan mengirimkan beberapa perampok untuk merampok apa yang tersisa.... Saat mereka datang, akan kutangkap mereka dan akan kubuat mereka membeberkan semuanya kemudian aku akan menyiksa mereka dan membunuh mereka. Sederhana dan efektif...

Sampai saat itu tiba, kurasa tak ada salahnya untuk bermain-main sedikit sebagai anak kecil lagi. Aku melihat-lihat ruanganku lagi untuk mencari boneka lain. Seingatku aku membuat setidaknya 14 boneka dari jerami. Hmn? Apa itu di atas tempat tidurku?

Aku mendekati tempat tidurku dan melihat ada sebuah... Boneka beruang di atas tempat tidurku. Aku tak ingat kapan aku memiliki ini dan boneka beruang ini juga masih baru karena tidak berdebu... Terlihat seperti buatan tangan-tangan professional. Di sampingnya ada sepucuk surat yang kubaca.

Ugh, aku tak tahu tulisan tangan siapa ini.... Huruf-hurufnya yang jelek benar-benar membuat aku ingin tertawa. Baiklah, coba kulihat apa isi surat ini...

  "Kepada anak yang menghilang. Aku tahu apa yang terjadi padamu waktu kau kecil dan apa yang mereka lakukan. Uuuh, dunia memang benar-benar tempat yang kejam ya? Yah... Kau tau... Aku berpikir mungkin kau sedikit kesepian jadi mungkin kita bisa bermain bersama-sama nanti bahkan jika kita telah dewasa.

Aku membelikanmu sebuah boneka beruang. Kuharap kau sekuat beruang. Aku awalnya ingin meletakannya di gubuk tempat kau dikurung tapi kupikir mungkin kau tak mau kembali ke sana jadi aku menyusup ke rumah ini dan meletakannya di sini.

Tetaplah tersenyum! Semoga kita bertemu nanti!"

Aku terdiam. Menjijkan.... Kenapa orang yang menulis surat ini terkesan sangat... optimis? Akan kutemukan siapa yang menulis surat ini dan akan kutanyai dia secara langsung... Apalagi dia tak mencantumkan nama.

Tetapi harus kuakui.... Surat ini benar-benar ditulis dengan hati. Aku bisa mengetahui kapan seseorang berbohong dan kapan mereka jujur. Akan kusimpan surat dan boneka beruang ini menggunakan magic dimensi yang baru kuketahui.

Dengan sedikit mengalirkan magic dari mata kiriku ke tanganku, aku memindahkan beruang dan surat tersebut ke poket dimensi. Anggap saja itu seperti sebuah "Tas" serbaguna yang hanya bisa diakses olehku saja.

Baiklah, aku akan kembali menjadi anak kecil untuk sesaat. Aku mengambil boneka-boneka lain dari lemari membersihkannya kemudian mulai bermain dengan mereka. Aaaaah, sudah lama sekali aku tak bermain bonekaaaa....

Saat aku sedang bermain sesosok arwah berjalan menembus tembok. Jubah hitam pekat dan tengkorak manusia dengan cahaya hijau bersinar terang dari kedua lubang matanya menatapku. Sosok itu memegang sebuah sabit besar pada tangan kanannya yang hanya merupakan tulang-belulang. Spectre atau terkadang disebut-sebut sebagai "Arwah pembawa kehancuran" oleh orang-orang.

  "Nyonya, ada pasukan berkuda datang dengan cepat menuju desa ini" lapornya
  "Apakah mereka memiliki banner kerajaan atau serikat dagang?" tanyaku
  "Tidak nyonya. Mereka tidak memiliki banner. Kemungkinan perampok"

 Sepertinya tamu yang kutunggu-tunggu telah tiba. Hanya ada 1 gembong bandit di gurun ini dan yang kau lihat pasti anggotanya. Aku tersenyum lagi. Aku berdiri dan merapikan boneka-bonekaku kembali pada rak di lemari.

  "Apakah persiapannya telah selesai?" tanyaku
  "Sudah nyonya. Kami siap melaksanakan perintah anda. Tetapi, masih ada sejumlah warga yang hidup dan belum kami bunuh"
  "Telanjangi mereka dan ikat mereka di tiang gantungan sebagai umpan" perintahku. "Itu akan memancing perhatian bandit"
  "Segera kami laksanakan sesuai perintah anda!"

Aaaaah, sepertinya tiada waktu untukku bermain-main dengan bonekaku lagi ya? Yah sudahlah... Aku sebenarnya ingin sekali membawa boneka-boneka jerami ini bersamaku tetapi mereka adalah masa laluku... Aku ingin mereka ada di sini bersama dengan kenangan masa lalu yang kemungkinan besar tidak akan ingin aku lihat lagi.

Aku menunggu dengan sabar di dalam rumahku sambil mengintip keluar. Tak lama kemudian aku mendengar suara kuda melewati rumahku. Ya.... Hehehe... Itu mereka.... Para bandit yang telah kutunggu-tunggu.

Mereka terlihat sangat kebingungan tetapi senang pada saat bersamaan. Alasan kenapa aku belum membakar rata tempat ini adalah supaya menambah nilai plus tersendiri bagi perampok. Bayangkan saja, desa tanpa penjagaan yang masih memiliki banyak gedung utuh yang belum disentuh.... Berapa banyak barang yang bisa dijarah dari tempat ini? Sangat banyak! Para bandit tak terlalu peduli siapa yang melakukan hal-hal brutal pada warga, selama mereka bisa menjarah barang-barang dan membawa pulang beberapa budak saja mereka sudah sangat senang.

Mereka dengan cepat menunggangi kuda mereka menuju alun-alun desa karena mereka mendengar suara teriakan dari para warga yang belum terbunuh. Sempurna... Prajurit-prajuritku semuanya sedang bersembunyi. Memang prajurit-prajuritku hanyalah undead dan arwah-arwah gentayangan tetapi mereka sangat loyal dan tidak akan melarikan diri dari pertarungan.

Aku berlari secara diam-diam mengikuti para perampok. Aku terlahir di sini, aku tahu tempat ini jauh lebih baik daripada mereka sehingga sangat mudah bagiku untuk menemukan tempat sembunyi dan jalan pintas.

Sesampainya para perampok berkuda ini di alun-alun, mereka sedikit kebingungan tetapi pada saat bersamaan semakin senang karena ada sejumlah warga tak berdaya yang diikat di tiang kayu alun-alun desa tanpa pakaian. Heheh, para prajuritku telah memotong lidah mereka jadi mereka tak bisa berbicara secara jelas.

  "Wow, siapapun yang melakukan ini pada orang-orang di sini benar-benar kejam. Tempat ini terkesan seperti neraka" komentar salah satu perampok
  "Bah! Siapa yang peduli? Seperitnya penyerang desa ini hanya berniat membantai orang-orangnya saja. Kita cukup beruntung mereka tak mengambil harta-harta desa ini dan lihat itu... Mereka masih bisa dijadikan budak untuk dijual" balas perampok yang lain
  "Dengan kondisi lidah yang terpotong seperti itu? Harga mereka tidak akan tinggi"
  "Ya kalau kau tak mau menjual mereka, setidaknya beberapa dari mereka masih punya badan yang bagus"

Aku hanya tersenyum. Ya... Ya!!! Hampiri mereka! Berjalanlah menuju ajal kalian!!! Setelah itu, aku akan memotong lidah kalian dan membuat kalian menderita jaaaauuuh lebih buruk daripada orang-orang ini.

Begitu mereka sudah mendekati para warga yang kuikat pada tiang, prajurit-prajuritku yang bersembunyi pada atap rumah-rumah merangkak keluar dan memanah para perampok. Aku keluar dari persembunyianku dan memotong putus kaki dari yang masih selamat dari jebakan tadi.

Aku sudah terbiasa melawan bandit. Mereka sangat mudah jika dibandingkan dengan pasukan kerajaan.

Dengan kekuatan mataku, tak perlu waktu lama bagiku untuk menyerap ingatan mereka dan mengetahui persis dimana mereka semua bersembunyi, berapa banyak anggota mereka dan siapa pemimpin mereka.

Heh.... Gembong tikus pasir ternyata tak sebesar yang kukira. Jumlah mereka hanya 40 orang dan itu sudah termasuk 4 penunggang berkuda ini. Sekarang aku tahu dimana mereka sembunyi dan aku akan memburu mereka satu per satu.

4 hari dari sekarang, mereka akan mengadakan pesta di persembunyian mereka untuk ulang tahun pemimpin gembong mereka di sebelah Selatan. Hehehe, kuharap mereka tidak keberatan aku datang membawa hadiah....

  "Nyonya, perlukah kami menyiksa mereka?" tanya salah satu prajuritku
  "Sayangnya waktu tidak berpihak pada kita... Bunuh mereka semua sekarang. Termasuk para warga itu" perintahku
  "Sesuai perintah anda!"

Hunh.... 4 kuda ya? Tak jadi masalah... Aku akan membawa kuda-kuda itu bersamaku. Oh, aku baru ingat jika ada beberapa ternak juga di desa ini. Sebelum aku pergi meninggalkan desa ini, mungkin aku akan melepaskan mereka semua ke alam liar. Tenang saja, mereka aslinya adalah hewan-hewan liar yang dijinakkan dan dipelihara jadi aku yakin mereka akan baik-baik saja.

***********

  Aaah, kembali lagi ke gurun. Sayang sekali, padahal aku masih ingin tinggal di Yorkville sedikit lebih lama sambil menyiksa para warga tetapi aku tidak akan berhenti.... Aku akan menghabisi semua anggota gembong bandit yang telah mengambil harga diriku sebagai perempuan. Mereka telah merebut sesuatu yang tak bisa kudapatkan kembali dan sebagai balasannya, aku akan merebut apa yang tak akan mereka dapatkan kembali; nyawa mereka.

Krow masih terbang di udara mengikuti dengan santai. Dia pasti kekenyangan karena memakan terlalu banyak daging di Yorkville.

  "Kaaak!!" kicau Krow dari belakang
  "Hmn? Ada orang di depan? Ya, aku bisa melihatnya" jawabku

Jauh di depanku ada seseorang tergeletak di padang pasir yang panas ini. Dia tak bergerak sama sekali. Mungkin korban dari perampokan. Ketika aku cukup dekat, aku turun dan memeriksa orang ini.

Huh... Dia.... Dia adalah seorang perempuan... Dilihat dari wajahnya, mungkin beberapa tahun lebih muda dariku. Tidak hanya itu, dia juga mengenakan seragam aneh yang belum pernah kulihat sebelumnya dan memegang sebuah senjata pada tangan kanannya.

  "Kaaaak?" Krow mendarat di bahuku sambil memiringkan kepalanya
  "Entahlah Krow... Aku sendiri tak pernah melihat seragam ataupun model senapan seperti ini" balasku

Kenapa celana dan bajunya memiliki begitu banyak saku? Ditambah lagi senapan macam apa ini? Aku mencolek pipi orang ini dan aku sedikit terkejut melihat dia membuka matanya perlahan. Matanya memang tidak terbuka sepenuhnya, hanya sedikit saja dan dia juga terlihat sangat... "Kering".

Dia membuka mulutnya mencoba mengatakan sesuatu tetapi aku tak bisa mendengarnya. Krow mematuk telingaku untuk menarik perhatianku. Aku baru menyadari tak jauh dari tempat dimana orang ini terbaring tak berdaya, ada banyak sekali mayat dari monster-monster buas penghuni gurun. Apa perempuan muda ini... Benar-benar bertarung melawan mereka sendirian?

Aku mendekatkan telingaku pada mulutnya untuk mendengar apa yang diucapkannya.

  "Air...."

Oooh... Air... Dia dehidrasi. Aku hanya tersenyum kecil sambil memberikan sebotol air yang kumiliki. Tetapi karena dia tak bisa bergerak, aku terpaksa membantunya minum seperti anak kecil yang baru lahir.

Dia terlihat sangat senang ketika minum dan setelah minum, dia... Tiba-tiba berubah menjadi sosok yang sangat periang. Dia tersenyum lebar padaku dan menjabat tanganku.

  "Terimakasih kakak! Maaf jika aku meminum semuanya!" ucapnya dengan senyuman yang lebar
  "Apakah kau membunuh semua monster itu?" tanyaku
  "Oh? Maksudmu makhluk aneh yang menyerupai kelajengking itu? Ya, mereka menyerangku jadi aku terpaksa membunuh mereka"

Terpaksa?  Huh.... Aku terkesan ada orang sepert ini yang masih bertahan hidup. Hidup di gurun itu adalah masalah antara hidup dan mati; kau hanya melakukan apa yang harus kau lakukan untuk bertahan hidup. Para monster buas penghuni gurun hanya mencoba mencari makan dan sudah alami jika manusia yang dijadikan targetnya akan mencoba membunuh monster-monster tersebut.

Ketika dia mengatakan "terpaksa", aku bisa menebak orang ini pasti bukan tipe orang yang suka menyerang monster.

  "Aku terkesan kau bisa selamat nak" pujiku
  "B-benarkah?" balasnya terlihat malu. "I-ini pertama kalinya kemampuan bertarungku dipuji"
  "Ngomong-ngomong, kau itu dari mana? Aku tak pernah melihat seragam seperti itu sebelumnya"
  "Oh, maaf! Aku lupa memperkenalkan diri!"

Perempuan periang ini merapikan rambutnya dan membersihkan tangannya dari pasir. Dia mengulurkan tangannya padaku seperti ingin berjabat tangan lagi sambil tersenyum dengan ekspresi yang sangat senang.

  "Namaku Rena! Aku adalah Ranger dari serikat Scarlet Blade!"

Aku akui, aku sangat terkejut. Scarlet Blade... Hmn..... Kalau aku tak salah itu adalah serikat tentara bayaran elit. Lagipula apakah benar dia ini seorang Ranger?

Aku menatapnya sekali lagi... Perempuan semuda ini.... Adalah seorang Ranger? Ranger adalah jejeran pasukan elit dari pasukan elit, terbaik dari yang terbaik. Pasukan super berbakat yang dilatih untuk menjalankan tugas-tugas yang tak bisa diatasi oleh pasukan biasa. Maksudku.... Dia bahkan lebih muda dariku! Wow.... Aku benar-benar tak menyangka akan melihat Ranger di usia yang semuda ini.

  "A-anu... Namamu?"
  "Naia. Aku pengembara" jawabku. "Dan burung gagak ini Krow. Jangan coba-coba kau menjadikannya makan siangmu jika kau masih ingin melihat hari esok"
  "Ahahahha, t~tenang saja! A-aku tidak makan burung gagak kok! Sumpah!!!" balasnya sambil menunjukan jari yang berbentuk V padaku
  "Hph, yah, berhati-hatilah jangan sampai kau kehabisan air lagi. Jika kau berjalan terus ke Timur, kau akan tiba pada oasis"
  "Waaaah! Kau mengagumkan! Apa kau menghafal tempat ini?"

Geh? Ada apa dengan orang aneh ini?! Kenapa dia begitu terkesan sangat akrab denganku? Untuk pertama kalinya, Krow juga tidak terlihat liar terhadap orang ini. Aku berdiri dan memberikannya seekor kuda tanpa berbicara sepatah katapun.

  "U-untukku?" tanya dirinya seperti tak percaya
  "Ya" balasku singkat karena aku tak ingin berbicara dengannya
  "Waah! Terimakasih! Aku benar-benar berhutang budi!" balasnya. "Dengan ini, memburu para bandit akan sangat mudah!"

Bandit? Perempuan semuda ini memburu bandit juga? Menarik.... Mungkin dia bisa berguna dalam pertarungan nanti di markas tikus pasir. Hanya ada 1 gembong bandit saja di gurun ini jadi aku sangat yakin dia membicarakan tikus pasir.

  "Tikus pasir kan?" tanyaku
  "Yep! Belakangan ini mereka secara aktif merampok dari kota-kota dan dari desa jadi aku dibayar untuk memburu mereka" jawab Rena sambil mengedipkan matanya
  "Ikuti aku, aku tahu dimana mereka bersembunyi"

Aku tak suka sifatnya yang periang itu tetapi jika dia memang benar-benar seorang Ranger, maka dia akan sangat berguna untuk membantuku menghadapi para bandit nanti. Aku memang yakin prajurit-prajurit undead milikku sudah lebih dari cukup untuk menghadapi mereka tetapi akan jauh lebih menyenangkan melihat ada orang lain melakukannya untukku.

**************

   Setelah melalui perjalanan selama 4 hari 4 malam, kami akhirnya tiba juga di persembunyian gembong Tikus Pasir. Siapa yang menyangka mereka akan membuat markas di dalam sebuah gunung kecil di tengah-tengah padang gurun?

Aku mengetahui semuanya... Di mana mereka memasang jebakan, di mana patroli mereka, dan di mana mereka akan berkumpul. Aku dan Rena mendekati tempat ini pada malam hari secara diam-diam dan kami berhasil tiba di depan pintu masuk utama mereka yang merupakan sebuah pintu besi kokoh yang menutupi jalan masuk ke dalam gua. Semua anggota mereka saat ini juga pasti sudah ada di dalam dan berpesta pora. Hehehe.... Aku tak sabar ingin segera memotong-motong mereka.

  "Naia, kau benar-benar keren bisa mengetahui semua hal tentang mereka" ucap Rena
  "Jika aku membenci sesuatu, aku akan mendedikasikan hidupku untuk menghabisinya" jawabku

Aku menatap pintu besi ini. Pintu besi ini sepertinya dibuat untuk menahan pukulan kuat dari alat siaga sekalipun. Tidak jadi masalah, akan kubakar saja pintu ini sampai meleleh beserta dengan siapapun yang di dalam gua ini.

Aku mengalirkan sedikit energi dari mata kiriku pada tanganku dan energi merah mulai berkumpul pada pintu.

  "Wow~wow, tunggu dulu Naia! Kau akan membunuh semua orang yang ada di dalam!" Rena memegang tanganku. "Biar aku saja yang melakukannya"
  "Lalu memangnya kenapa?" tanyaku
  "Yah... Aku yakin ada beberapa sipil tak berdosa di dalamnya... Aku tak mau mereka terluka"
  "Aku tak peduli" balasku singkat
  "Naia!"

Aku hanya menatap Rena. Cih.... Baiklah.... Kurasa aku akan menahan diriku sedikit untuk kali ini. Aku menarik nafas dan membatalkan mantraku. Sialan.... Padahal aku benar-benar ingin mendengar teriakan mereka saat mereka perlahan-lahan terbakar dan meleleh hidup-hidup.

Naia tersenyum melihatku membatalkan mantra sihirku. Dia memasang semacam gadget aneh pada senapannya kemudian dia mengeluarkan sebuah benda kotak aneh dari dalam sakunya dan memasangnya pada pintu.

  "Ini adalah komposisi DB. Daya ledaknya sedikit tinggi tetapi yang kubawa ini kudesain khusus untuk meledakan pintu-pintu seperti ini" ucap Rena sambil menghubungkan kabel
  "Kau yang mendesain semuanya?" tanyaku
  "Uh-huh! Aku yang mendesain semua ini"

Rena... Kau benar-benar orang jenius.... Jika kau dan aku bertanding 1 lawan 1 dalam hal kepintaran, aku yakin kau akan menang telak.

  "Set! Baiklah, mundur!"

Aku hanya mengikuti Rena. Dia sepertinya tahu persis apa yang dilakukannya. Begitu kami mundur sekitar 2 meter dari pintu, Rena menghitung mundur dengan jarinya sambil memegang sesuatu di tangan kirinya. 3....2...1... Rena menarik semacam pelatuk pada benda di tangan kirinya. KLAK!

BLEDAR!!!! Ledakan besar yang membuat telingaku sakit sempat membuatku sedikit terkejut. Wow... Ahahaha! Benar-benar kekuatan penghancur yang luar biasa! Rena menyimpan benda tadi ke dalam sakunya dan menyiapkan senjata utamanya.

  "Tally-ho!" teriaknya

  Dengan penuh semangat dia maju dengan senjatanya. Aku hanya mengikutinya dari belakang. Belum apa-apa kami sudah dihampiri 2 penjaga yang satunya menggunakan tombak dan yang satunya lagi musket. Aku tidak akan mencoba berpikir darimana bandit bisa mendapatkan musket.

BLAR! Rena menembak pengguna tombak dengan senjatanya. Satu tembakan itu saja bisa mendorong pengguna tombak itu terdorong ke belakang. Seluruh badannya mengeluarkan darah dan memiliki bekas tembakan dimana-mana. Sebelum yang menggunakan musket bisa membidik Rena, dengan cepat tangan kanan Rena mencabug sebuah pistol dari sarung pistol di kaki kanannya. BLAR! Tembakannya mengenai kepala dari bandit itu.

Aku hanya diam karena kagum. Reaksi yang jauh lebih cepat daripadaku.... Di usia semuda ini... Kemampuan menggunakan teknologi yang canggih, memodifikasinya dalam waktu singkat dan mendesainnya... Rena... Huh... Dia akan menjadi sosok pelopor nantinya. Dia sudah memiliki potensi yang luar biasa....

Aku tak bisa membiarkan dia bersenang-senang sendirian jadi aku maju juga sekaligus membunuh setiap bandit yang masih hidup tetapi terluka.

Rena sangat lincah dalam bergerak. Lihat bagaimana dia bisa sliding di tanah gua yang tak datar ini dengan sempurna sambil menembakan senjatanya dan lihat juga bagaimana dia melakukan gerakan akrobatik untuk mengjara bandit! Dia berdiri dengan 1 tangan di tanah, mengunci leher bandit dengan kedua kakinya kemudian membanting bandit tersebut ke tanah di belakangnya dengan kedua kakiknya tadi sambil berdiri dengan sempurna.

Aku hanya bisa dengan hati-hati melindungi bagian belakangnya saja. Tak ada gunanya aku maju ke barisan depan karena dia dengan mudah bisa menghabisi para bandit.

Telingaku terasa sedikit sakit karena bunyi tembakan-tembakan dalam gua benar-benar terdengar ribuan kali jauh lebih besar dibandingkan di luar. Bau-bau bubuk bekas tembakan dan asap dari senjata juga memenuhi dalam gua.

Hanya dalam waktu singkat saja, kami sudah membersihkan gua ini dari para bandit. Sial... Aku tak punya kesempatan banyak untuk menyiksa mereka hidup-hidup. Tch.... Sudahlah, setidaknya mereka semua mati saja sudah membuatku puas.

Rena membebaskan para budak-budak yang ditahan oleh para bandit. Aku hanya diam melihat kondisi orang-orang itu.... Kurus dan pucat.... Tetapi sepertinya mereka punya energi untuk merasa bahagia karena akhirnya dibebaskan. Aku bisa melihat dengan jelas kalau mereka kelaparan dan kedinginan. Bahkan ada beberapa anak kecil diantara mereka. Kurang ajar.... Seharusnya aku menyiksa para bandit terlebih dahulu.... Seharusnya aku membuat mereka sangat menderita...

Ugh.... Tak bisa.... Aku tak bisa melihat orang-orang ini dalam kondisi seperti itu.

  "Apa kalian kedinginan?" tanyaku
  "S-sedikit nona...." jawab salah satu dari mereka
  "Rena!" panggilku. "Ada satu pintu lagi di sebelah belakang aula utama yang posisinya tersembunyi. Aku tak peduli bagaimana caranya, runtuhkan pintu itu. Di sanalah mereka menyimpan pakaian-pakaian cadangan mereka. Aku tahu dimana mereka menyimpan makanan. Kalian, tunggulah di sini sebentar, aku akan membersihkan aula utama dan menyiapkan makanan"
  "Wow... Kak Naia! Kau keren sekali bisa mengetahui semua rahasia mereka!" puji Rena
  "Aku tak peduli berapa banyak orang yang harus kubunuh atau darah siapa yang harus kucecerkan di tanah. Aku ingin melihat setiap orang-orang ini diberikan pakaian dan diberikan makanan yang layak" balasku
   "Hippie ho! Aku akan menemukan pintu itu!"

Aku dan Rena berpencar. Aku kembali ke aula utama dan membersihkan meja utama yang dipenuhi berbagai barang-barang pribadi milik bandit. Beruntung semua bandit berlari ke ruang lain untuk menghadapi kami sehingga aku tak perlu membersihkan darah ataupun mayat.

Ada banyak makanan di dapur yang masih belum dipanaskan. Aku memanggil sejumlah pelayan-pelayan setiaku; para arwah untuk membantuku menyiapkan makanan. Aku... Aku malu untuk mengakui ini tetapi selama ini aku tidak begitu pintar memasak. Aku hanya berimprovisasi di lapangan soal makanan.

Dengan bantuan pelayan-pelayanku, banyak makanan dapat disajikan dalam waktu singkat. Aku memanggil mereka untuk datang. Aku hanya tersenyum melihat orang-orang ini datang mengenakan pakaian yang layak. Senyuman dan air mata terpancar dari wajah mereka saat melihat makanan-makanan disajikan di atas meja.

.....

Perasaan apa ini? Aku merasa seperti.... Entahlah.... Senang? Aku juga tersenyum-senyum sendiri melihat mereka makan dengan lahap.

Pek. Ada yang menepuk pundakku. Aku menoleh kesampingku dan melihat Rena mengacungkan jempol padaku sambil tersenyum bahagia.

  "Kau keren sekali kakak!!!" ucapnya. "Bisa mendapatkan segala informasi yang akurat tentang targetmu itu benar-benar luar biasa! Apa kau anggota intel dari Kerajaan?"
  "Jangan bercanda.... Aku pengembara... Aku akan membunuh siapapun yang menghalangiku dari tujuanku" balasku
  "Oh ayolah, jangan pura-pura jahat! Kau benar-benar orang yang baik. Buktinya kau memburu bandit dan memerlakukan orang-orang ini lebih baik daripada aktivis sosial sekalipun"
  "Aku bukan orang baik" balasku

Geh, kenapa perempuan ini begitu terlihat sangat akrab denganku?! Membuatku kesal saja. Sambil mengawasi para tahanan makan, Krow terbang masuk dan hinggap di bahuku.

  "Oh Krow! Selamat datang kembali!" sapa Rena
  "Kaaak!"
  "Bagaimana cuaca di luar Krow?" tanyaku
  "Kaaak!!! Kaaak!!!" Krow mengepakan sayapnya beberapa kali
  "Huh... Badai hujan di sebelah Timur ya?"

  Hmmmm..... Sial.... Padahal aku ingin ke kuburan masal di sebelah Timur. Dengan musnahnya gembong Tikus Pasir, tujuanku selanjutnya adalah meruntuhkan Kerajaan Arymania tetapi aku sendiri tidak akan bisa menjatuhkan Kerajaan yang besar dan luas itu. Untuk itu, aku akan memerlukan lebih banyak pasukan lagi dan ahli strategi.

Aku bukan orang yang pintar soal taktik pertempuran dan ironisnya, semua prajurit undead yang kumiliki memiliki kepintaran yang sangat terbatas. Hmn.... Jika saja aku bisa membangkitkan undead tetapi dengan ingatan yang utuh..... Tetapi bagaimana caranya? Semua undead yang kumiliki tidak ingat siapa lagi diri mereka sebelumnya, yang mereka ketahui adalah aku adalah majikan mereka. Memang benar mereka masih ingat segala kemampuan yang mereka miliki tetapi mereka tak punya kepintaran sama sekali soal taktik.

Apa yang harus kulakukan ya? Hmn... Haruskah aku kembali ke Yorkville untuk sementara waktu? Aku masih bisa bermain dengan boneka-bonekaku sambil menunggu badai di Timur lewat.

  "Jadi kak Naia"
  "Hmn?" balasku
  "Setelah ini kau akan ke mana?" tanya Rena
  "Entahlah... Aku tak punya tujuan"

Mendengar jawabanku, Rena langsung menjabat kedua tanganku dan mendekatkan wajahnya ke arahku dengan mata yang berbinar-binar.

  "B-bagaimana kalau kakak ikut bersamaku kembali ke kota?" tawarnya
  "Hah?"
  "Ikutlah denganku ke kota Mirigan! Aku ingin berterimakasih padamu! Sudah menjadi tradisi Scarlet Blade untuk selalu berterima kasih pada orang yang membantu tugas mereka!" ucapnya. "Lagipula.... Kau sepertinya menghafal gurun ini jauh lebih baik dariku dan orang-orang ini semuanya adalah orang-orang dari Mirigan juga"

Hmn... Scarlet Blade.... Sebagai organisasi tentara bayaran, tempat itu akan menjadi tempat yang bagus untuk merencanakan langkah-langkahku selanjutnya. Lagipula kota Mirigan adalah kota dari Kerajaan Loria. Aku tak begitu paham apa relasi diplomasi antara Kerajaan Loria dengan Arymania tetapi yang jelas kota Mirigan adalah kota yang terkenal karena penginapan-penginapannya menyajikan minuman terbaik di dunia.

Ya~ya..... Mungkin aku harus pergi ke sana untuk mengumpulkan informasi. Aku masih ingat ada sejumlah necromancer yang menyamar diantara warga kerajaan Loria. Mungkin aku akan pergi menemui mereka.... Mereka pasti tahu cara untuk membangkitkan undead dengan kepintaran yang luar biasa. Jika mereka tak mau membagikan rahasia mereka denganku, aku akan merebutnya secara paksa seperti biasa.

  "Baiklah. Sambil menunggu mereka selesai makan, mari kita kumpulkan setiap senjata dan perlengkapan dari para bandit yang kita bunuh atau dari gudang-gudang mereka. Makanan dan minuman yang ada di sini seharusnya cukup untuk perjalanan kita sampai di kota Mirigan" ucapku
  "Sempurna! Sankyuuu kakak!"

Rena langsng memelukku... Ugh.... Apakah aku benar-benar setuju untuk menolong perempuan aneh ini? Bah, terserah.... Lagipula aku tak bisa membiarkan para tahanan mati di luar sana.... Aku hanya tak bisa.... Aku akan membawa mereka dengan selamat sampai di kota Mirigan!

*****************
Bersambung

  Episode Selanjutnya!

  "Dan dia berjalan di lembah kegelapan. Tanpa rasa takut akan kematian, tanpa takut pada kehampaan, tanpa takut pada kegelapan itu sendiri. Dia berjalan di jalan yang terang tetapi dia membawa kegelapan bersamanya... Menari di antara kegelapan dan terang"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar