Rabu, 29 Maret 2017

Aku Tak Ingin Melindungi Dunia Ini Part-6

  Episode sebelumnya!!
  Kami akhirnya berhasil memecahkan krisis di Lakeia! Yahooooo!!! Siapa sangka jika Zein dan Stellarin ternyata bisa diandalkan dan mampu menyelamatkan Lakeia? Ditambah lagi, Reealna kini bergabung dengan kami karena dia juga ingin pergi ke ibukota.

Setelah kupikir-pikir lagi... Mereka bertiga... Mungkin saja akan kupilih dan kuberkati untuk menyelamatkan dunia. Ya, mereka pasti bisa! Ataukah tidak bisa? Hmmm.... Mungkin masih terlalu cepat untuk menyimpulkannya.






*************
Aku Tak Ingin Melindungi Dunia Ini
Part-6
Pemanah Muda Dengan Impian Tinggi!

  Suara perut Stellarin dapat terdengar seperti suara guntur yang menggelegar di siang hari yang sangat panas. Stellarin hanya mengelus-ngelus perutnya dengan wajah tak semangat. Zein dan kelompoknya telah berjalan selama 3 hari di hutan.

Mereka awalnya ingin melalui rute yang biasa dilalui oleh banyak orang tetapi saat dalam perjalanan, sebuah longsor telah merubuhkan satu-satunya jembatan penghubung sehingga mereka terpaksa mengambil rute yang lebih jauh.

Zein memilih sebuah rute yang melalui hutan. Rute tersebut jarang dilalui karena ada banyak hewan buas. Bagi Zein dan kelompoknya; justru hewan buas adalah hal yang bagus; mereka perlu makanan untuk dimakan dan kulit dari hewan buas jika dijual bisa bernilai tinggi.

Mereka juga tak perlu khawatir jika akan terluka dalam perburuan. Zein sangat gesit dan lincah, Stellarin terlalu kuat untuk terluka, Reealna bisa menyembuhkan semua luka, Aone... Aone bisa berteriak memberi semangat dari belakang.

Sialnya, mereka tak mendapatkan mangsa selama beberapa hari berburu sambil terus bergerak menuju tujuan mereka.

  "Aaaaargghhh!" Gerutu Stellarin. "Aku tidak tahan lagi! Aku mau makan!!!"
  "Kalau kau mau makan, makan saja pohon yang ada di sana" balas Zein ketus. "Aku sedang kesal karena kita tak bisa menangkap satupun hewan di hutan ini"
  "Zein, jika kau membiarkanku menggunakan mantra meteor pada hutan ini, kita bisa mendapatkan banyak hewan" keluh Reealna
  "Itu bukan berburu lagi namanya! Melainkan pembunuhan massal!" balas Zein. "Sudahlah, jangan komplain... Aku sendiri juga bingung kenapa hewan buas tiba-tiba berpindah ke hutan ini"

Aone hanya terdiam karena dia sendiri pun tak mengetahui apa penyebab hewan buas bisa berpindah tempat secara mendadak dalam kurun waktu 1 tahun. Mungkin saja meningkatnya aktivitas dari iblis membuat beberapa makhluk hidup kehilangan tempat tinggal dan terpaksa mencari habitat baru.

Tiba-tiba saja Zein berhenti berjalan, dia mengangkat tangan kirinya sejajar dengan kepalanya sebagai kode untuk berhenti. Stellarin, Reealna dan Aone ikut berhenti dan menatap Zein yang memimpin di depan mulai terlihat waspada.

  "Hoi, sampai kapan kau mau mengawasi kami seperti itu?" teriak Zein sambil melihat ke pohon yang ada di samping depan kanan

KRESEK! Dedaunan sebuah pohon mulai bergerak. Sesosok perempuan melompat turun dari pohon tersebut. Dia mengenakan jaket hijau, pakaian hitam dan celana panjang hitam. Sabuk yang terbuat dari kulit hewan. Sepatunya juga tampaknya terbuat dari kulit hewan. Standar dari pemburu.

Sebuah busur panah dan sebuah tempat anak panah juga ada di belakangnya. Sebuah pisau kecil dapat terlihat jelas tersimpan pada pinggang sebelah kanan. Rambutnya yang panjang dan ikat 1 di belakang adalah hal pertama yang menarik perhatian Zein.

  "Heh, hebat juga kau bisa mengetahui keberadaanku" pujinya
  "Tidak... Aku bisa mencium bau badanmu dari sini" balas Zein

Perempuan itu sedikit terkejut. Dia mengendus-ngendus dirinya sendiri beberapa kali tetapi dia merasa bau badannya tidak setajam itu.

  "Kau ini... Anjing pelacak atau semacamnya ya?" tanya perempuan itu
  "Entahlah" balas Zein. "Jadi? Apa yang kau inginkan dari kami?"

Perempuan itu, tanpa menjawab pertanyaan Zein dengan cepat mengambil busur panah dan langsung membidik Zein. Hanya dalam waktu singkat saja, dia sudah siap melepaskan anak panahnya. Beruntung Zein juga memiliki respon yang cepat. Zein sudah bersiap-siap memprediksi ke arah manakah anak panah tersebut akan melesat.

Saat perempuan tersebut melesatkan anak panahnya, anak panahnya malah justru jatuh tepat di hadapannya. Suasana menjadi hening sesaat dan raut wajah perempuan tak dikenal ini mulai menjadi merah. Zein bahkan tidak sempat melakukan apa-apa.

  "Oi...." ucap Zein
  "Cih, hebat juga kau! Bisa menghindari anak panahku!" gerutu perempuan itu berpura-pura seolah-olah Zein menghindari serangannya
  "Yah... Aku bahkan tidak bergerak sedikitpun..."

Stellarin dan Reealna tanpa berpikir panjang langsung memegang erat senjata mereka masing-masing begitu menyadari perempuan ini berniat menyerang Zein.

  "Aone, tetap di belakang!" ucap Reealna
  "Kau! Kalau kau macam-macam dengan anjing pelacak itu, aku akan memenggal kepalamu!" bentak Stellarin
  "Bisakah kau berhenti memanggilku anjing pelacak?" protes Zein

Perempuan tak dikenal itu tidak menghiraukan ancaman dari Stellarin. Dia mencabut pisaunya dan mulai berlari ke arah Zein. Baru 2 langkah saja, dia langsung tersandung dan terjatuh ke tanah. Dia bangkit berdiri secara perlahan-lahan sambil terengah-engah.

  "Boleh juga.... Hufft... Kau menggunakan mantra supaya aku tersandung" ucapnya
  "Anu... Kau tersandung batu" balas Aone

Saat perempuan itu sudah benar-benar berdiri, dia terkejut karena di hadapannya hanya ada Stellarin, Reealna dan Aone. Zein menghilang entah ke mana. Saat dia sedang kebingungan tanpa disadarinya ada sesuatu yang sedang diayunkan ke belakang kepalanya.

KLANG! Zein mengayunkan sarung senjata miliknya dengan sangat kuat ke belakang kepala perempuan tak dikenal itu. Hantamannya cukup kuat untuk membuatnya langsung tergeletak pingsan.

  "Amatir" ucap Zein. "Tidak.... Terlalu amatir untuk dikatakan amatir" sambungnya menggelengkan kepala
  "Siapa perempuan ini?" tanya Stellarin
  "Entahlah, kita akan istirahat sebentar di sini sambil menunggu dia sadar. Siapa tahu kita bisa menggunakan dia sebagai sandera untuk mendapatkan uang tebusan" balas Zein
  "Sebenarnya kita ini pengembara ataukah kriminal?" keluh Aone

Zein kemudian membagikan tugas pada Stellarin, Aone dan Reealna. Stellarin, karena dia tangguh; dia ditugaskan untuk menjaga perempuan tak dikenal itu sementara Aone dan Reealna bertugas mengumpulkan kayu.

Zein sendiri akan mencoba menemukan makanan; entah daging hewan atau tumbuhan atau buah. Hutan sangat kaya akan sumber makanan alami.

  Sore harinya, perempuan tak dikenal yang menghadang Zein dan kawan-kawannya telah sadarkan diri. Namun betapa terkejutnya dia mengetahui dia sudah diikat pada sebuah batang kayu dan Stellarin sedang mencoba membakar batang kayu tersebut dengan cara primitif; menggosokan batu.

  "Gaaaah! Jangan lakukan! Jangan bakar aku!!!" teriak perempuan itu ketakutan
  "Hm? Aku tidak berencana membakarmu. Aku hanya ingin membuat sedikit api karena hari kedinginan" jawab Stellarin
  "Tapi apinya sudah pasti akan juga membakarku!"
  "Tenang saja, kalau apinya menjalar, kau hanya perlu menyiramnya dengan air" balas Stellarin santai
  "Tapi aku kan tak bisa bergerak!!" protesnya

Dia melihat sekelilingnya, Aone dan Reealna hanya duduk memperhatikannya dari api unggun kecil yang sudah mereka buat. Mereka terlihat lelah. Mereka lelah bukan karena mengumpulkan kayu; tetapi karena lelah berdebat dengan Stellarin.

  "Sudahlah Stellarin, kalau kau kedinginan, pergi duduk di api unggun sana" tegur Zein yang baru saja kembali sambil memikul sebuah kantong penuh dengan jamur dan buah
  "Ah, Zein! Selamat datang kembali!" sambut Aone

Mendengar perintah Zein, Stellarin beranjak pergi dan langsung duduk di api unggun sambil mengggosokan kedua tangannya di atas api. Zein hanya bersyukur perempuan gila itu tak kepikiran untuk menggunakan api dari api unggun untuk membakar perempuan yang tak dikenal satu ini.

Perempuan tak dikenal yang menyerang Zein tadi, terlihat sedikit syok sambil terus menatap ke arah Stellarin.

  "Stellarin? Stellarin yang dijuluki Dewi Perang?!" ucapnya
  "Dewi Perang?!" sambung Zein kebingungan
  "Kau tak pernah dengar? Stellarin dulu dijuluki Dewi Perang! Dia selalu muncul di setiap kisah petualangan yang kubaca!"

Zein hanya menatap Stellarin yang masih fokus menghangatkan kedua tangannya. Aone dan Reealna terlihat kurang begitu terkejut.

  "Aku pernah dengar ceritanya, Stellarin; wanita setengah bugi... Ahem..." Reealna menggelengkan kepalanya karena menyadari Stellarin sedang melirik ke arahnya. "Prajurit wanita dengan kekuatan fisik yang luar biasa. Jujur saja awalnya aku tak percaya jika Stellarin yang ini adalah Stellarin yang biasa kudengar di cerita"

Stellarin memang terkenal karena fisiknya. Dalam arti dia memiliki badan yang sangat kuat. Konon katanya, dia mampu membelah menara siaga hanya dengan tangan hampa dan mampu bergulat dengan beruang tanpa senjata.

Kekuatan fisiknya memang telah terbukti dari kemampuannya menahan iblis Lamia di Lakeia. Zein saja berusaha mati-matian supaya jangan melepaskan cekikannya pada Lamia tetapi Stellarin dengan mudahnya dapat menahan ekor Lamia. Ditambah lagi, Zein pernah melihat secara langsung bagaimana Stellarin mencabut tanduk dari salah satu pasukan iblis dengan tangan kosong.

Meskipun secara fisik Stellarin terlihat seperti model, dia sebenarnya sangat kuat.

  "Jadi rupanya kau mengenalinya ya... Maaf... Kukira kalian adalah orang yang berniat merusak hutan" ucap perempuan tak dikenal yang tempo hari menyerang Zein
  "Tidak apa-apa" balas Zein. "Namamu??"
  "Airine" jawab perempuan itu
  "Airyn?" Zein mengulangi perkataan yang didengarnya tadi
  "Airine!" ulang Aone. "Terinspirasi dari Dewi Kehidupan; Airyn"

Zein hanya menggaruk-garuk kepalanya karena di telinganya; Airine dan Airyn terdengar sama saja sementara di telinga orang lain, kedua nama tersebut terdengar berbeda.

Airyn adalah Dewi Kehidupan. Aone adalah Dewi Kehidupan yang diam-diam menyamar sebagai manusia dan identitasnya hanya diketahui oleh Zein seorang diri.

  "Yah, terserah apapun namamu itu... Intinya, kita hanya ingin ke ibukota dan kita juga kehabisan stok makanan jadi kami melewati hutan ini dengan harapan bisa mengisi perut kami sedikit" jawab Zein.
  "Aaah" Airine menanggukan kepalanya. "Kalau begitu bolehkah aku mengantarkan kalian ke desaku? Merupakan sebuah kehormatan bagiku bisa bertemu dengan Stellarin!"

Zein sekali lagi memandang Stellarin. Dalam benaknya, dia hanya tak menyangka jika Stellarin benar-benar populer seperti itu. Airine pun tampaknya merupakan penggemar berat Stellarin karena dari tadi dia hanya memandangi Stellarin dengan mata berbinar-binar.

************

  Keesokan paginya, Zein dan kelompoknya mengikuti arahan Airine. Reealna dan Aone curiga jika Airine adalah anggota bandit atau semacamnya namun Zein sama sekali tidak terlihat curiga karena Airine benar-benar merupakan penggemar terbesar Stellarin.

Di dunia yang komunikasi jarak jauhnya masih menggunakan sihir ini, Airine benar-benar sangat mengetahui semua kisah pertempuran Stellarin yang pernah menjadi tentara bayaran di masa lalu. Sepanjang perjalanan, Stellarin selalu dibanjiri oleh pertanyaan dan sangat tidak mungkin Airine ingin melihat hal buruk terjadi pada Stellarin. Itu saja sudah cukup untuk membuat Zein tidak curiga.

Meskipun kemampuan bertarungnya parah, dengan bantuan dari Airine, Zein dan kelompoknya tiba di sebuah desa terpencil yang dekat dengan ibukota.

  "Selamat datang di Girhaim!" ucap Airine dengan senyum lebar

Desa kecil yang dipenuhi oleh sawah dan kebun. Suasana desa ini sangat damai meskipun lokasinya terpencil di tengah-tengah hutan. Aone langsung terpana akan keindahan dari perkebunan dan sawah yang dilihatnya secara langsung.

  "Tentu saja desa ini tidak besar... Tapi, kita punya penginapan kecil!" ucap Airine dengan semangat. "Guru! Jika kau perlu sesuatu langsung katakan saja!"
  "Guru?" gumam Zein sambil melirik ke Stellarin yang tampaknya tak paham. "Oi, setengah bugil, kalau kau perlu sesuatu tinggal katakan saja pada rambut emas ini"
  "Hm? Ah??" Stellarin menunjuk pada dirinya. "Aku?"

Zein menepuk kepalanya sambil menghela nafas karena merasa lumayan lelah dengan sifat Stellarin yang seolah-olah tak mengerti apa yang terjadi di sekitarnya. Meskipun Zein sangat membenci sifatnya itu, alasan kenapa Zein tak keberatan diikuti oleh Stellarin adalah karena perempuan itu sangat kuat untuk takaran manusia.

  "Intinya Airine, kita perlu tempat untuk beristirahat, dan jika memungkinkan; kita perlu pekerjaan. Apapun boleh, entah sekedar bersih-bersih atau membantu mencabut rumput. Jika tak bisa bayar dengan uang, bisa dibayar dengan makanan dan minuman" ucap Zein
  "Waah, kupikir kau akan memanfaatkan Stellarin atau aku untuk mendapatkan uang" komentar Reealna tersenyum
  "Apakah aku benar-benar sehina itu di matamu?" protes Zein
  "Tapi kau pernah menggunakanku sebagai umpan" sambung Aone
  "Mau bagaimana lagi? Waktu itu hanya ada kita berdua"

Airine mengelus-ngelus dagunya untuk berpikir. Desa kecil tempat tinggalnya sudah jelas memiliki penginapan yang bisa dijadikan tempar beristirahat tetapi soal pekerjaan... Sepertinya tidak ada. Desa kecil ini sangat terisolasi meskipun jaraknya ke ibukota hanya 2 hari perjalanan tanpa berhenti..

Profesi orang-orang di desa juga rata-rata adalah tukang kebun dan petani. Ada juga yang menjadi tukang kayu.

  "Penginapan sih ada.... Tetapi pekerjaan..." Airine menggelengkan kepalanya

Seorang pemuda menghampiri mereka. Pakaiannya sangat sederhana tetapi tidak seburuk milik Zein; kainnya hanya kain murah dan memiliki bekas jahitan dimana-mana. Pakaiannya juga kotor karena harus berurusan dengan sawah.

  "Wah, wah, bukankah ini Stellarin?! Yang dijuluki Dewi Perang itu?!" tanya pemuda itu

Sekali lagi, Stellarin tampaknya tidak memperhatikan apa yang baru saja diucapkan pemuda barusan hingga Zein harus mengulanginya lagi.

  "Oh, orang ini namanya Miltris. Dia anak dari kepala desa di sini" ucap Airine
  "Aku Zein, perempuan setengah bugil ini sudah kalian kenal siapa, Priestess nafas busuk ini adalah Reealna dan anak kecil yang raut wajahnya membuatku kesal ini adalah Aone" balas Zein
  "Kau ingin aku mematahkan lehermu ya Zein?" tanya Stellarin kesal
  "Senang berkenalan dengan kalian. Sebuah kehormatan bagi desa kami untuk bisa dikunjungi oleh Stellarin dan juga Priestess"

Zein pun membicarakan bagaimana mereka sampai di desa ini serta tujuan mereka selama masih di desa ini. Miltris hanya menganggukan kepalanya.

  "Soal pekerjaan... Bagaimana jika kalian membantu menjaga desa ini ketika malam tiba? Belakangan ini para serigala sering datang dan menerkam beberapa hewan peliharaan warga. Soal bayaran, akan kami bayar kalian dengan penginapan gratis disertai dengan makanan dan minumannya juga"
  "Setuju!" Zein langsung menjabat tangan Miltis
  "Cepat sekali dia mengambil keputusan" komentar Stellarin

***********

  Malam harinya pada hari yang sama, Zein dan Stellarin berpatroli di sekitar desa. Meskipun desa Girhaim lumayan kecil, luasnya persawahan dan perkebunan yang ada di sekitar desa membuat Zein kesulitan memperkirakan dari mana serigala-serigala akan datang.

Setelah menaburi beberapa tempat dengan air kencing, Zein beserta Stellarin kembali ke desa dan mulai berjalan-jalan di sekitar kandang-kandang hewan. Zein sendiri tak khawatir harus berhadapan dengan serigala karena dia sendiri sangat berpengalaman bergulat dengan predator seperti itu.

Reealna dan Aone sedang ada di penginapan. Aone untuk sekarang tak bisa melakukan apa-apa selain membantu semampunya karena meskipun dia adalah reinkarnasi Dewi Kehidupan; di mata semua orang, dia adalah anak kecil yang tak bisa apa-apa. Reealna saat ini juga sedang memberikan ceramah kepada warga di penginapan.

Wuuusshh! Angin malam yang dingin berhembus. Zein menepuk-nepuk kedua tangannya lalu meniup-niupnya untuk mencoba menghangatkan kedua tangannya.

  "Sial.... Kenapa tempat ini dingin" keluh Zein
  "Mungkin karena kau berdarah dingin" balas Stellarin

Zein menahan tawanya dan melihat Stellarin. Saat inilah Zein merasa iri pada Stellarin. Perempuan itu pakaiannya hanya menutupi bagian dada depan dan belakang. Celananya yang dipakainya malam ini pendek. Zein heran bagaimana kawannya ini tak merasa kedinginan sementara Zein sendiri menggigil.

  "Ngomong-ngomong Zein, ketika kau bertarung, aku tak pernah melihatmu menghunus pedangmu dari sarungnya. Kau justru bertarung dengan pedang yang masih dalam sarungnya" komentar Stellarin
  "Lalu memangnya kenapa?" tanya Zein
  "Bolehkah aku meneliti pedang dan sarungnya?" 

Zein langsung memegang pedang yang ada di pingganngya erat-erat dan melangkah mundur menjauhi Stellarin.

  "Tidak boleh!" balas Zein
  "Jahat!! Ayolah!!!"
  "Tidak mau!!!"
  "Ayoooolaaaah? Kumohon ya? Ya?"

Stellarin mulai membuat wajah sok imut di hadapan Zein sambil terus memohon. Zein terus menggelengkan kepalanya.

Miltris yang melihat mereka berdua dari kejauhan hanya tersenyum. Dia datang menghampiri mereka yang masih saling beradu argumen.

  "Tak kusangka kalian ini cukup dekat juga" komentar Miltris tersenyum lebar
  "Apakah kita terlihat seperti cukup dekat di matamu?" tanya Zein sedikit kesal
  "Ya. Kukira orang seperti Stellarin akan bermasalah ketika dekat dengan pria karena dia itu kuat seperti gorrill-"

BUAGH!!! Stellarin langsung meninju Miltris dari bawah dagu. Satu tinju tersebut saja sudah membuat Miltris terlempar ke udara. BUGH! Miltris tergeletak di tanah, kejang-kejang. Zein hanya membuka mulutnya lebar-lebar karena syok.

  "Ups... Maaf, tanganku terpleset dari" ucap Stellarin sambil tersenyum manis. "Lain kali akan kupatahkan lehermu"
  "Ooiiii!!! Kau baru saja menghajar klien kita!!" tegur Zein

Miltris kembali berdiri meskipun sedikit sempoyongan karena merasa pusing. Zein membantu Miltris menjaga keseimbangan tubuhnya.

  "Ahahah.. Aku hanya bercanda... Aahahahah" balas Miltris sambil memegang bawah dagunya. "Zein, aku kira kau senang bersamanya, sekarang aku paham penderitaanmu"
  "Tenang saja, kau akan segera terbiasa" balas Zein pasrah

Zein memapah Miltris ke sebuah tempat duduk dari kayu yang lokasinya tak jauh dari ladang sawah. Stellarin mengikuti Zein seperti biasa.

Miltris melihat ladang sawah yang ada di depan matanya. Dia tersenyum lebar. Dia menghela nafas panjang perlahan-lahan, terlihat seolah-olah menikmati udara dingin yang segar walaupun dia masih merasa sangat sakit.

  "Apa yang kalian pikirkan tentang desa ini?" tanya Miltris
  "Kayu pohon duriannya bisa dimakan" jawab Stellarin dengan polosnya

Miltris menjeling pada Zein. Zein hanya mengangkat bahunya sebagai tanda dia sendiri tak tahu jika Stellarin baru saja memakan batang kayu pohon durian yang tumbuh di kebun. Miltris menggelengkan kepalanya dan kembali melihat ladang sawah di depannya.

  "Apakah kalian sadar? Meskipun desa ini di tengah-tengah hutan, tidak ada satupun dari kami yang menjadi pemburu?"

Zein menggaruk kepalanya untuk berpikir sejenak. Sekilas, satu-satunya orang yang terlihat seperti pemburu adalah perempuan beramput emas yang ditemui mereka tempo hari; Airine.

  "Dulunya, ayah dan ibu Airine adalah pendiri serikat pemburu di desa ini. Mereka memiliki beberapa orang murid juga. Suatu hari, desa ini diserang" ucap Miltris
  "Oleh negara api?" gumam Stellarin
  "Ssshh!!" Tegur Zein menutup mulut Stellarin. "Lanjutkan"

Miltris menggelengkan kepalanya.

  "Undead" jawabnya

Zein langsung menundukan kepalanya. Undead... Produk dari ilmu gelap necromancy. Mayat-mayat berjalan dan makhluk-makhluk terkutuk yang akan menaati segala perintah dari majikan mereka dan akan bertarung tanpa akhir.

Undead, untuk beberapa orang bisa dianggap sebagai prajurit sempurna. Mereka tak perlu makan, tak perlu bernafas dan tak perlu istirahat. Mereka loyal dan mampu pergi ke tempat-tempat yang tak bisa dijangkau makhluk hidup. Terlebih lagi, karena mereka ibaratkan sebuah boneka yang dikendalikan orang; mereka tidak akan pernah melarikan diri dari pertempuran ataupun merasa gentar dihadapan lawan yang jauh lebih kuat.

Dimanapun ada 1 undead, bisa dipastikan ada ribuan lagi bersembunyi di suatu tempat. Menemukan sumber dari infestasi undead dan memusnahkan sumbernya adalah cara yang paling efektif untuk memberantas masalah undead.

  "Giant Undead datang dan menyerang desa ini. Kedua orang tua Airine dibunuh pada hari itu beserta dengan seluruh serikat pemburu. Semenjak itu, Airine menjadi sedikit... Gila. Tetapi begitu dia mendengar kisah tentang Stellarin, dia menjadi terobsesi untuk mencoba menjadi kuat sepertimu" sambung Miltris dengan rasa sedih terlihat jelas di wajahnya
  "Gila?" tanya Zein. "Dia terlihat cukup normal dimataku"
  "Dia selalu berkhayal dan sangat tergila-gila ingin mnjadi kuat seperti Stellarin. Oleh karena itu, aku mohon padamu Stellarin! Tolong, angkatlah dia menjadi muridmu!"

Stellarin menundukkan kepalanya. Suasana menjadi hening sesaat, kemudian Stellarin menganggukan kepalanya dengan penuh keyakinan.

  "Sudah aku putuskan!" ucap Stellarin. "Aku akan melatih Airine! Zein, kau tidak akan protes kan?"
  "Bukan urusanku" jawab Zein. "Yang jelas; melatihnya bukan bagian dari kontrak dengan klien. Jadi dia adalah sepenuhnya tanggung jawabmu"
  "Tenang saja Muris! Akan kulatih Airine supaya dia bisa mengayunkan pedangnya dengan benar dan akan kubuat dia menjadi pemanah terhebat yang pernah ada di dunia!" ucap Stellarin dengan penuh percaya diri
  "Namaku Miltris... Bukan Muris..." keluh Miltris

Zein hanya tersenyum kecil melihat Miltris merasa senang karena Stellarin mau mengangkat Airine menjadi muridnya. Zein menggaruk kepalanya sesaat dan berpikir tentang dari mana asal Giant Undead yang menyerang desa ini.

Karena tidak memiliki petunjuk, Zein memutuskan untuk berkonsultasi pada Reealna dan Aone besok harinya.

*************
Bersambung
  Episode selanjutnya!
  Waaah, kakak Stellarin akan melatih Airine?! Aku tak sabar ingin melihatnya! Tapi di satu sisi aku juga khawatir. Aku tahu kakak Stellarin itu orang yang... Tidak begitu memiliki akal sehat dan aku khawatir jika dia melatih Airine, malah akan terjadi hal-hal yang... Buruk.

Ugh... Zeiin!!!!

  "Apa?"

Bisa tolong awasi latihannya kakak Airine untuk episode selanjutnya?

  "Hah? Episode? Apa yang kau bicarakan?"

Emm... Lupakan! Lupakan saja! Pokoknya! Tunggu saja episode berikutnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar